Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Euro 2016 dan Kecintaan pada Tim Italia

13 Juni 2016   21:50 Diperbarui: 14 Juni 2016   13:55 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Skuat Italia untuk Euro 2016 (foto: istimewa)

Rasanya tak elok kalau tak menulis ihwal kecintaan saya pada Timnas Italia di gala Euro 2016 ini. Kecintaan yang berlanjut dan setia.

Cerita kecintaan ini bermula saat bersiap meninggalkan masa SD. Usia persis 12 tahun saat itu. Meski nama Platini, Socrates telah mencuri perhatian di perhelatan Piala Dunia 1982 namun gairah puncak kanak-kanak saya memilih Paolo Rossi. Gerak-geriknya memang belum saya baca di peristiwa bola 1978 sebab kala itu televisi masih langka di kampung saya, Galesong, Takalar. Tahun 1982 di rumah telah ada televisi hitam putih dan saya bisa menyaksikan gairah sepakbola Italia.

Tuan Bearzot memberi kepercayaan penuh ke Rossi dan itu dibayar tunai dengan menghajar Brazil dengan tiga gol. Tuan Rossi lalu mencetak dua gol demi membungkam Polandia. Saya menyaksikan ketika dia mengangkat sepatu emas sebagai ganjaran atas gol-golnya. Dia pencetak gol terbanyak, peraih bola emas dan mengangkat trofi juara. Cinta bersemi di sini. Pada sepakbola, pada Rossi dan pada Italia.

Pemain lain yang saya ingat saat itu adalah si lincah Bruno Conti. Dialah si pemberi umpan gol kedua Rossi. Dialah yang melayani dahaga gol Rossi di puncak perhelatan piala dunia tersebut. Lainnya adalah Dino Zoff. Tahun 1986 saya agak berjarak dengan sepak bola sebab saya mulai masuk SMA. Tak lagi sering main bola sebab telah sibuk mondar-mandir Galesong - Makassar – Galesong. Belakangan baru saya tahu kalau juaranya adalah Argentina.

Kecintaan pada Italia menebal ketika melihat Salvatore Schillaci bermain di piala dunia tahun 1990. Toto, pemain kelahiran tahun 1964 itu menjadi top skor dan bergabung dengan Juventus pada kurun waktu 1989 hingga 1992. Ini terjadi saat saya mulai kuliah dan kerap menyaksikan penampilannya di televisi TVRI dan RCTI di pondokan dan kampus Universitas Hasanuddin. Di sini kecintaan bertambah, Italia, Schillaci dan Juventus!

Jerman Barat juara mengalahkan Argentina oleh gol Andreas Brehme tetapi saya terpikat Salvatore Schillaci, si kecil nan lincah. Sementara Italia mengalahkan Ingris dengan skor 2-1 oleh gol Baggio dan Schillaci. Gol pertama dicetak oleh Baggio sebelum dibalas David Platt. Schillaci menjadi penentu setelah mendapat pinalti. Salvatore Schillaci menjadi top scorer turnamen dengan enam gol dan sekaligus pemain terbaik disusul Gary LIneker, Lothar Matthaeus, Roger Milla.

***

Italia selalu di hati, selalu menggetarkan saat melihatnya bermain di level internasional. Berbekal euforia saat Italia juara dunia di tahun 2006, saya sungguh peduli untuk melihat persiapan klub dari jazirah selatan Benua Biru itu saat menuju pertandingan internasional.

Saya baru saja sampai di Kota Lhokseumawe saat menyaksikan Italia meninggalkan Amerika Serikat dan Ceko lalu menarik Ghana untuk melenggang ke babak berikutnya dengan mengemas 7 poin sebagai juara grup. Menekuk Ghana dan Ceko dengan skor maksimal masing-masing dengan skor 2-2.

Hampir semua laga Italia saya nonton saat itu, dalam perjalanan dari Meulaboh hingga Lhokseumawe, bahkan nonton bareng pusat keramaian Banda Aceh kala itu. Final piala dunia 2006 merupakan edisi kedelapan belas dari Piala Dunia FIFA yang putaran finalnya diselenggarakan di Jerman, 9 Juni hingga 9 Juli 2006. Italia juara kala itu melumpuhkan Perancis melalui adu penalti dengan skor 5–3.

Apapun itu, kecintaan telah mengkristal pada Italia, negara yang telah meraih juara dunia sebanyak 4 kali, Negara yang telah memberi ruang bagi Luigi Riva untuk mencetak gol hingga 35 di kancah nasional. Italia juara pertama kali tahun 1934, juara dunia pada 1934, 1938, 1982, 2006. Untuk kejuaraan eropa tampil pertama kali pada tahun 1968.

Di juara dunia tahun 2006 itu, saya menyaksikan saat Totti menjadi algojo penalti dan mengubur harapan Australia. Italia melenggang setelah menang besar atas Ukraina, mengubur harapan Sevchenko 3 – 0.  Si kidal Fabio Grosso menjadi bintang saat itu. Di sini pula saya mengagumi Fabio Cannavaro ketimbang Maldini. Kecintaan pada Italia terjawab haru saat menjadi juara pada tahun 2006. Penentuan sekali lagi oleh tendangan terakir oleh Fabio Grosso. Juara! Terima kasih Andrea Pirlo, Marco Materazzi, Daniel De Rossi, Alessandro Del Piero dan Fabio Grosso membungkam Fabien Barthez menjebol gawangnya.

Sisi Kelam

Saat Italia dihajar hingga babak belur oleh Pasukan Matador Spanyol di final Piala Eropa tahun 2012 dengan skor 4-0 membuat saya seperti orang kebingungan nyaris tak ‘waras’. Sempat optimis bahwa meskipun papan skor telah menunjuk 2-0 untuk Spanyol namun masih ada harapan.

“Italia bisa melawan,” batinku. Tapi tidak, ada gol ketiga dan keempat. Asem!

Penampilan Italia di Olympic Stadium Kiev pada Senin 2 Juli 2012 itu adalah penampilan terburuk yang pernah saya lihat. Muka fans seperti dilempari kotoran sapi. Gol-gol si David Silva, Jordi Alba, Fernando Torres, dan Juan Mata membuat saya sesak, dada bergemuruh, gemetaran, tidak bisa tenang. Maka pagi itu, saat masih pukul 06.00 saya keluar rumah dan memutar di kompleks perumahan hingga memutar sejauh 3 kilometer. Jalan kaki dengan perasaan super-kacau-balau!

Tapi kalau mau jujur saya memang tak menyukai formasi Italia saat itu, tak suka kalau ada Barzagli sebab dia cedera (meski dia main untuk Juventus, don’t know why), tidak suka Balotelli dan tidak suka Thiago Motta. Jika ada yang saya suka itu adalah Antonio Di Natale. Saya tahu kalau ada 7 pemain Juventus, klub kesayangan saya di dalamnya dari 23 pemain nasional yang diboyong saat itu. Italia ke final setelah menghancurkan panzer Jerman dengan skor 2–1. Meski ada dua gol Mario Balotelli saya tak begitu suka. Haha!

Dengan formasi Buffon, Abate, Barzagli, Bonucci, Chiellini, Montolivo, Pirlo, De Rossi, Marchisio, Cassano, Balotelli saya sungguh tak pede jelang kompetisi Euro 2012 itu bahkan ketika sampai final. Pemain pengganti seperti Nocerino, Diamanti, Di Natale menurutku lebih pantas dari Balotelli. Tapi begitulah, Cesare Claudio Prandelli mantan pelatih Parma, Roma, Fiorentina sukses membawa kami ke final meski harus keok dengan berdarah-darah. Perih sana-sini, luka menganga dan membenci sepak bola hari itu.

Menjaga asa di Euro 2016

Bulan ini, saya harus rajin nonton di Youtube untuk berkenalan lagi dengan beberapa pemain lain di Timnas, tentu selain pemain-pemain Juventus seperti Buffon, Bonucci, Chiellini dkk.

Kami boleh diremehkan karena langka pemain bintang tapi di bawah Antonio Conte saya membayangkan kekuatan inteligensia dan ketekunan mengejar tampuk juara.  

Tengoklah peluang formasi Gianluigi Buffon (Juventus), Federico Marchetti (Lazio), Salvatore Sirigu (Paris St-Germain). Formasi bek; Andrea Barzagli (Juventus), Leonardo Bonucci (Juventus), Giorgio Chiellini (Juventus), Angelo Ogbonna (West Ham), Gelandang; Federico Bernardeschi (Fiorentina), Antonio Candreva (Lazio), Matteo Darmian (Manchester United), Daniele de Rossi (Roma), Mattia de Sciglio (Milan), Stephan El Shaarawy (Roma), Alessandro Florenzi (Roma), Emanuele Giaccherini (Bologna), Thiago Motta (Paris St-Germain), Marco Parolo (Lazio), Stefano Sturaro (Juventus). Dan ini pilihan attacante kami; Eder (Sampdoria), Ciro Immobile (Torino), Lorenzo Insigne (Napoli), Graziano Pelle (Southampton), Simone Zaza (Juventus). Banyak yang merupakan pemain ‘baru’ dan muda. Tak apa. Conte tahu bagaimana meracik menu juara.

Akhirnya, biar keren mari membujuk Pirlo dan Montolivo untuk bersabar sebab tak masuk dalam skuat Conte, mari tunggu tarian Gianni Giaccherini dan Alessandro Florenzi untuk memberesi lini tengah dan memberi kemudahan bagi Graziano Pelle, Immobile, Insigne atau dua pelapis lainnya.

O iya, yang buat senang sebagai fans adalah pilihan formasi menyerang (besar kemungkinan) 4-3-3 ala Conte. Dia mungkin percaya bahwa Bonucci dan Chiellini bisa menjaga harmoni di lini belakang. Inilah harapan di tim kami. Harapan juara meski yang lain memandang kami tim medioker.

Kupang, 13/06/2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun