Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Urus Hutan Jangan Zakelijk

8 Juni 2016   14:48 Diperbarui: 8 Juni 2016   14:57 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Herbimo Utoyo (foto: Kamaruddin Azis)

Membaca realitas hutan dan isu-isu sosial ekonomi yang mengusik performa pembangunan di Kubu Raya, penulis bertandang ke kantor Dinas Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan (PKP) Kubu Raya, (02/06/2016). Penulis menemui Herbimo Utoyo, Plt Dinas PKP. Herbimo menyadari betul bahwa regulasi dan gagasan konservasi hutan di Kubu Raya termasuk di provinsi Kalimantan Barat harus dicermati dengan arif sebab ini berkorelasi dengan kualitas masyarakat di dalam di sekitar lahan hutan. Beberapa pokok-pokok pikirannya mengalir deras saat penulis mewawancarainya.

Menurutnya, pengalaman di Sungai Nibung—usaha Ekowisata Bahari yang diresmikan Sekda Kubu Raya, itu bisa menjadi hal menarik dan penting dalam melihat relasi manusia dan hutan, warga desa dan ekosistem mangrove.

“Hampir 99% wilayah Desa Sungai Nibung masuk dalam wilayah hutan lindung namun banyak orang tak tahu bahwa dalam kawasan itu terdapat sejarah dan tradisi bercocok tanam padi. Yang kita lihat hanya peta berwarna hijau ini,” katanya sesaat penulis bersama Abdur Rani dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kubu Raya menemuinya.

Di mata Bimo, begitu panggilannya, urusan kehutanan ini menjadi relatif sangat kaku dan kerap mengabaikan warga yang bermukim di dalam kawasan hutan. Oleh sebab itu dia sangat mengapresiasi ketika ada pihak yang memberi ruang bagi warga untuk ikut membantu pengembangan kapasitas warga di wilayah hutan, membangun kemitraan dan kegiatan dalam mengelola potensi hutan secara bijaksana.  Hal lain yang dirasakannya adalah untuk membangun desa-desa seperti Sungai Nibung ini mengalami banyak kendala.

Bimo melanjutkan. “Peta-peta yang kita lihat ini terlihat hijau semua, tetapi kita lupa kalau dalam areal warna hijau ini ada lahan sawah, ada permukiman, ada kegiatan warga di dalamnya,” katanya. Bagi Bimo, upaya mendekati masyarakat seperti di desa Sungai Nibung melalui pengembangan ekowisata bahari merupakan upaya menjawab isu-isu kantong kemiskinan di hutan.

Syarif Ibrahim saat diwawancarai KompasTV (foto: Kamarudidn Azis)
Syarif Ibrahim saat diwawancarai KompasTV (foto: Kamarudidn Azis)
***

Ada beberapa pokok pikiran yang dipantik Herbimo yaitu pentingnya memberi warna produktif di hutan lindung yang dikolaborasikan dengan warga setempat. Dia menceritakan tentang upaya mendudukkan peraturan dan ruang bagi partisipasi warga yang sudah ada di dalam kawasan sejak dulu, jauh sebelum undang-undang atau regulasi itu ada.

“Diperlukan semacam upaya pemutihan untuk budidaya, seperti reformasi agraria (yang saat ini sedang di-review itu). Maksudnya, ada penguasaan lahan yang perlu diberikan ke masyarakat, supaya pembangunan bisa jalan. Ini menarik untuk mempromosikan skema kolaboratif ini tanpa mengurangi kapasitas hutan lindung,” ujarnya.

Apa yang disampaikan oleh Bimo ini bukan isapan jempol belaka. Beberapa gagasannya telah disampaikan ke Bappeda untuk mengusulkan program pembangunan secara kolaboratif di beberapa lokasi strategis seperti hutan lindung itu. Konkretnya semacam kolaborasi antar pihak.

“Jika Kementerian Kehutanan bisa menyiapkan dana alokasi khusus (DAK) untuk menyiapkan pos jaga, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bisa menyiapkan jetty atau dermaga di Sungai Nibung (seperti yang diceritakan sebelumnya). Ini penting demi menjawab fungsi jasa lingkungan dan peluang ekowisata bahari,” tanggapnya.

“Intinya, kami mendukung pengelolaan mangrove dengan basis pembangunan masyarakat (comdev),” ujar lelaki kelahiran Pontianak dan merupakan alumni Kehutanan Universitas Tanjung Pura tahun 1998 ini. Bimo menegaskan lagi bahwa isu penting yang harus diangkat adalah isu kemiskinan dalam kawasan hutan. Apa yang bisa dilakukan untuk mengangkat status sosial masyarakat yang bermukim di dalamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun