Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tantangan dari Eretan

17 Februari 2016   10:50 Diperbarui: 17 Februari 2016   11:35 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Pemandangan dari Eretan"][/caption]Cahaya lembut pukul delapan pagi terpantul dari lekuk sungai Eretan. Menari di lambung peperahu yang keluar masuk muara sungai yang membelah dua tempat pendaratan ikan utama di Indramayu, Eretan Kulon dan Eretan Wetan (Kamis, 19 November 2015).  Eretan merupakan pusat kegiatan perikanan tua di Jawa. Di sini terlahir koperasi pesisir tertua di Indonesia pada 1926, Koperasi Misaya Mina namanya.

***

Pagi tanggal 19 November itu, saya menemukan di dermaga telah nangkring jejeran KM Risky, Mandala dan Mutiara, tiga kapal ikan yang beberapa hari mangkrak karena tidak punya surat izin melaut. Selain ketiganya, masih ada puluhan bahkan ratusan kapal serupa yang tertahan suratnya oleh dinas terkait dengan alasan akan diperbaharui surat izinnya.

Meski begitu, layaknya TPI aktivitas usaha perikanan terus menggeliat. Adalah Asmari dan Sukari, dua nelayan Eretan Wetan yang baru saja merapat di TPI. Perahunya yang ditaksir berbobot 5 ton datang membawa sebaskom besar ikan kecil dasar dan sekeranjang plastik ikan serupa. Dengan modal mesin Tianli berkapasitas 28 PK mereka beroperasi dengan jaring.

Dua orang merapat ke perahu dan membantu mengangkat hasil tangkapan tersebut. “Kalau yang ini namanya ikan jonggor, yang ini belanak,” kata Asmari yang sebentar lagi akan membawa ikan tersebut ke bakul atau pengumpul.

“Saya belum tahu siapa yang mau beli, siapa saja yang mau,” lanjutnya. Menurut Asmari kalau ikan ini dijual harganya bisa mencapai Rp. 2 hingga 2,5 juta. Tergantung negosisasi.

Tidak jauh dari situ seorang ibu menggendong anak balita. Si ibu mengaku bersuamikan nelayan dan sedang menanti suaminya. Dia sedang menggendong anaknya bernama Aliando. Mereka menemani nenek Aliando yang sedang membereskan udang di baskom. Udang-udang pucat dan akan dijajakan sebentar lagi. Di dekat mereka seorang perempuan berbaju merah dengan sigap menyapa kami. 

Galau Walim

Untuk mengetahui tentang suasana pengelolaan usaha perikanan di Eretan Kulon dan isu dogol ini, kami merapat ke Haji Walim, salah seorang pendiri koperasi di Eretan Kulon, sekaligus tokoh berpengaruh di sana. Penulis memberi pujian pada sebuah kantor yang berdiri megah di sisi barat TPI. “Itu kantor KUD Mandiri Minabahari, inilah koperasi milik kami di Kulon. Dibangun oleh Dinas Indramayu, belum pasti juga ini menggunakan dana provinsi atau kabupaten,” ujar Walim.

Walim bercerita kalau dia lahir dan besar di Eretan Wetan, meski pernah meninggalkan kampung ini selama 3 tahun karena mencari nafkah di Lampung sebagai nelayan. Walim juga bercerita kalau sejarah nelayan Kulon dan alat tangkap dogol tidak bisa dipisahkan. “Sejak awal kami memang nelayan namun belum punya TPI,” Walim mulai berkisah.

Nelayan Eretan Kulon masih menggunakan TPI di Eretan Wetan, namun lambat laut karena kampung berkembang, penduduk semakin banyak, nelayan juga banyak, kami mendirikan TPI ini. Kira-kira sejak 30 tahun lalu,” ungkapnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun