Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Main-Main dengan MK

29 Juli 2010   10:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:29 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semisal, saat menolak gugatan kandidat kepala daerah di lima kabupaten yang menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) di Sulawesi Selatan (Sulsel) bulan Juni pada tangga 26 Juni. Menurut majelis hakim MK yang diketuai Mahfud MD, gugatan yang diajukan oleh kuasa hukum para kandidat yang kalah suara versi Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat sudah kedaluarsa sehingga tidak dapat diterima.

“Permohonan pemohon telah melampaui tenggang waktu yang ditentukan,” kata hakim konstitusi Muhammad Alim saat membacakan pertimbangan putusan sengketa pilkada Gowa seperti dikutip dari Harian Tribun Timur, Makassar. Diterima artinya, mesti melengkapi dan akan diuji dipersidangan dengan menghadirkan bukti dan saksi-saksi.

Tiba-tiba saya membayangkan saksi dari desa yang bisa jadi telah dikarantina atau disetting sedemikian rupa supaya dapat memperkuat salah satu kandidat di depan Mahkamah Konstitusi.

Banyak hal yang mesti dipahami dan dikuasai oleh para pemohon/penggugat. Ada beberapa hal yang memang terlihat “angker”. Yaitu terkait relevansi atau konteks gugatan, urgensi fakta persidangan, sistematika, hingga kaitannya dengan tugas MK itu sendiri bahkan iklim persidangan yang memang sengaja dibuat seperti cara duduk saksi yang harus sopan.

Itulah mengapa kerapkali MK terlihat sangat kokoh, tegas dan tidak mau masuk ke wilayah spekulatif, seperti dugaan dan persepsi yang tak berdasar.

Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Menurut UUD 1945. Kewajiban dan wewenang MK adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum.

“Jangan main-main di MK,” Kata Pahir dengan gaya bicaranya yang khas disertai gelak tawanya.

“Para pengacara atau praktisi hukum yang terbiasa dengan praktek persidangan di kabupaten/kota mesti benar-benar professional, dalam arti mesti mempersiapkan segala sesuatu dengan detil, sistematis dan tanpa persepsi atau dugaan-dugaan. Itu berarti bukan semata-mata mengutamakan pertimbangan emosional atau – gengsi – atas klien mereka saat terlampaui di perhitungan suara,” Katanya.

“Jangan pernah bilang, menurut perkiraan kami…Jika Daftar Pemilih Tetap (DPT), tidak bermasalah maka kami akan meraup suara pada pemilukada ini sekian persen,” Kata Pahir. “Itu pasti ditampik oleh MK,” Katanya. “Dari mana dapat data bahwa sekian suara akan anda peroleh,?” Begitu jawaban Hakim jika ada pemohon dan pengacaranya membangun dugaan.

“Oleh karena itu, gugatan pemilukada memang harus benar-benar dipersiapkan, terukur, faktual dan tidak asal komplain,” Katanya lagi.

Menurut Cambang, yang disebut politik uang pun, kerap tidak dipahami oleh para pengacara atau saksi. Mereka kerap menyebut ada praktik suap tetapi itu “tidak sistematis” karena hanya dia yang mengalami. Disebut sistematis jika suap yang digunakan untuk mempengaruhi yang lain secara sistematis. Itulah mengapa saat ada saksi yang mengatakan menerima bukti suap, maka hakim melihat sisi dampak sistematisnya alias tidak selalu menjadi sumber keputusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun