Hidup adalah alunan musik, namun bisakah musik yang indah tercipta dari sebuah nada sahaja? Akankah mengalun melodi yang harmonis bila tak ada perpaduan antar irama? Tanya semacam itulah yang makin mengukuhkan keyakinanku bahwa tak pantaslah derita itu ditutur-tuturkan, dibeber-beberkan, dan dipiuh ke dalam cerita.
Bukankah musik itu merupakan kait-kelindan panjang derita yang mewujud dari aktivitas saling bunuh sesama nada sebagaimana sabda Nietzche? Ini berarti bahwa apabila kita mencoba menuturkan sebuah derita, maka kita sedang memenggal sebuah musik menjadi butir-butir nada yang terpisah. Ketika sebuah nada berdiri sendiri, dia gagal menjadi musik, maka pada saat itu, dia kehilangan keindahan.
Begitupun dengan sepenggal derita bila dituturkan, dia hanya akan memantik rasa haru, memicu leleran airmata, membuat resah bergolak di jiwa. Sepantasnya, sepenggal derita tetap dibiarkan berada dalam rangkaian panjang derita, agar dia menjadi salah satu nada yang melengkapi keindahan musik kehidupan, menyempurnakan melankolia yang bersarang di kalbu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H