Ya, ketika masih setia sebagai perokok berat yang sudah berkali-kali mencoba berhenti sebagai "ahli hisap" -- istilah populer di kalangan perokok yang tukang hisap -- namun selalu gagal.Â
Kondisi paling menderita bagi seorang perokok, yakni ketika lagi begadang malam hari saat mengerjakan tugas yang menumpuk sementara rokok tinggal dua-tiga barang. Stok habis.Â
Mau ke mini market, sudah keburu tengah malam. Warung dekat rumah sudah lama juga tutup. Akhirnya tetap nekat keluar rumah mencari penjual rokok. Untungnya masih ada saja warung rokok yang buka 24 jam, meski lokasi cukup jauh.Â
Setiap kali merasa sudah siap mental dan spiritual untuk mau berhenti merokok, setiap kali itu pula selalu gagal. Kumat dan kumat lagi merokok. Apalagi kalau kebetulan kumpul-kumpul lagi dengan teman sesama perokok.Â
Awalnya, memang tidak langsung mencabut sebatang rokok dari pembungkusnya lalu disulut dengan korek api dan dihisap.Â
Tapi hanya sekadar mau coba-coba mencium bau tembakaunya. Sebatang rokok lalu ditempelkan di ujung hidung, dan menikmati aroma tembakaunya.Â
Tidak puas hanya mencium aroma tembakau, eh malah pelan-pelan melangkah lebih jauh. Membakarnya, mengisapnya, membuang asapnya lewat lubang hidung, lalu.... eh balik lagi deh merokok.Â
Suatu hari, kembali ada peluang dan kesempatan lagi untuk berhenti merokok. Sakit maag dan lambung saya kambuh.Â
Maka saat ke rumah sakit dan konsultasi dengan dokter internis, ahli penyakit dalam, inilah saran dan anjuran dokter.Â
"Hindari mengkonsumsi makanan dan minuman bergas, soda, kopi, pedes-pedes, asem-asem, masakan bersantan, dan...berhenti merokok," kata dokternya.Â
Berhenti merokok? Ya, itu kunci utamanya agar kita bisa lepas dari jerat candu rokok, sekaligus "pensiun" sebagai perokok aktif.Â