Catatan Mudik (98)
2 WANITA HEBAT MAKASSAR DALAM KEHIDUPAN KAMIÂ
- Oleh: Nur Terbit
Hari itu Rabu pagi 24 Mei 2023, saya bertemu 2 (dua) wanita hebat, sangat berjasa dalam hidup saya, dan sudah saya anggap sebagai pengganti ibu saya almarhumah Hajjah Sitti Maryam Puang Mene.
Yaitu seperti yang ada dalam gambar, Hajjah Sitti Fatimah Puang Saming (Tante, adik kandung ibu saya) duduk sebelah kiri. Ibu dan Tante 10 bersaudara dari pasangan kakek dan nenek Haji  Muh Yusuf Puang Sau - Masuarah Puang Tanang, Imam dan Gallarrang Sudiang.
Tanpa mengurangi rasa hormat dan terima kasih saya, terutama kepada saudara laki-laki dan perempuan dari ibu saya, baik yang masih hidup atau yang sudah wafat, Puang Saming tempat curhat kami bersaudara.
Sedang sebelah kanannya adalah Hajjah Sitti Hamsiah Puang Memang (kakak sulung saya, dua di atas saya). Beliau ini secara langsung menjadi "ibu rumah tangga" sekaligus "kepala keluarga" pengganti ibu kami yang wafat.
Dengan kedua tangan Puang Memang -- yang era 1970-an dulu masih lincah, bahunya masih kokoh, kakinya masih kuat. Di sanalah kami (adik-adiknya yang masih kecil) menggantungkan hidup.
Hidup dan sekolah kami adik-adiknya, dibiayai dari usaha menjahitnya siang malam. Bahkan Puang Memang rela tertidur di mesin jahit, dengan kedua tangannya sebagai pengganti bantal. Luar biasa kakakku ini.
Saya yang ketika itu sudah duduk dibangku kuliah (sementara 3 adik lelaki kami masih sekolah SMA, SMP, SD), saya hanya bisa membantu "seadanya" dari honor tulisan di media, jadi wartawan dan penyiar radio, sampai akhirnya saya "menyerah" dan "buang badan" merantau ke Jakarta.
Adapun foto di status FB ini, diabadikan di Bulorokeng, Kec Biringkanaya Kota Makassar di rumah tante Hajjah Puang Saming. Ini pertemuan kedua saya di rumah tersebut, selama mudik Ramadhan dan lebaran.
Sedang foto ketiga, Tante Puang Saming bersama suaminya, paman saya, almarhum Haji Muh Thahir Puang Tanjeng. Dengan paman saya satu ini, tidak kalah besar perannya dalam hidup saya pribadi.
Sejak tamat SD, saya diarahkan paman Puang Tanjeng agar melanjutkan sekolah di pendidikan agama: tepatnya Pendidikan Guru Agama (PGA, kini MAN - Madrasah Aliah Negeri). Alasannya, lebih gampang jadi pegawai negeri kalau jalur Departemen Agama (Kemenag).
Tamat dari PGA, ternyata belum ada kesempatan jadi guru meski sempat ikut test. Lagi - lagi paman Puang Tanjeng menyarankan agar lanjut kuliah di kampus yang ada prodi calon hakim (agama).
Kenapa hakim? Alasannya, gaji dan tunjangan hakim besar dan banyak. Hingga akhirnya masuklah saya ke Fakultas Syari'ah dan Hukum jurusan Peradilan Agama Universitas Islam Negeri (UIN, dulu IAIN) Alauddin Makassar lanjut ke UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Alhamdullilah, hingga diwisuda sarjana syari'ah (S1) dan lanjut ke S2 hukum di Universitas Islam Jakarta (UIJ), belum juga diangkat jadi guru dan diterima jadi hakim di pengadilan agama. Yang terjadi, malah jadi pengacara untuk kasus perceraian, selain tetap setia dengan profesi wartawan.
Yang tidak terduga, beberapa perkara perceraian yang saya tangani di pengadilan agama, ternyata ketua pengadilan dan ketua majelis hakimnya, di antaranya adalah teman kuliah saya dulu di IAIN. Baik di IAIN Makassar maupun di UIN Jakarta...hehehe...#nurterbit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H