Sedang foto ketiga, Tante Puang Saming bersama suaminya, paman saya, almarhum Haji Muh Thahir Puang Tanjeng. Dengan paman saya satu ini, tidak kalah besar perannya dalam hidup saya pribadi.
Sejak tamat SD, saya diarahkan paman Puang Tanjeng agar melanjutkan sekolah di pendidikan agama: tepatnya Pendidikan Guru Agama (PGA, kini MAN - Madrasah Aliah Negeri). Alasannya, lebih gampang jadi pegawai negeri kalau jalur Departemen Agama (Kemenag).
Tamat dari PGA, ternyata belum ada kesempatan jadi guru meski sempat ikut test. Lagi - lagi paman Puang Tanjeng menyarankan agar lanjut kuliah di kampus yang ada prodi calon hakim (agama).
Kenapa hakim? Alasannya, gaji dan tunjangan hakim besar dan banyak. Hingga akhirnya masuklah saya ke Fakultas Syari'ah dan Hukum jurusan Peradilan Agama Universitas Islam Negeri (UIN, dulu IAIN) Alauddin Makassar lanjut ke UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Alhamdullilah, hingga diwisuda sarjana syari'ah (S1) dan lanjut ke S2 hukum di Universitas Islam Jakarta (UIJ), belum juga diangkat jadi guru dan diterima jadi hakim di pengadilan agama. Yang terjadi, malah jadi pengacara untuk kasus perceraian, selain tetap setia dengan profesi wartawan.
Yang tidak terduga, beberapa perkara perceraian yang saya tangani di pengadilan agama, ternyata ketua pengadilan dan ketua majelis hakimnya, di antaranya adalah teman kuliah saya dulu di IAIN. Baik di IAIN Makassar maupun di UIN Jakarta...hehehe...#nurterbit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H