Dua kasus lainnya adalah UU KUHPidana dan kasus terbunuhnya Brigadir Yoshua yang menyeret FS atau Irjen Pol Ferdy Sambo (mantan Kadiv Propam Mabes Polri) dan istrinya PC atau Putri Chandrawinata serta sejumlah oknum perwira Polri.
Nah, ketiga kasus di atas menjadi catatan hukum akhir tahun dari Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia (DPP KAI) yang dipimpin Presiden KAI, Erman Umar, SH.
Untuk kasus Roy Suryo, DPP KAI menyorotinya, pertama, Roy Suryo dianggap menyebarkan informasi yang tidak benar terkait rencana kenaikan harga ticket Candi Borobudur,
Kedua, dianggap telah melukai perasaan atau perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia.
Ketiga, dianggap menyiarkan kabar tidak pasti atau berlebihan atau yang tidak lengkap yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.
Roy Suryo di persidangan, mengungkapkan bahwa asal mula Tweet yang dia unggah menggunakan Fitur "Multi Quote Tweet" melalui akun pribadinya pada 10 Juni 2022 lalu.
Tweet itu kata dia, tidak bertujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu maupun kejahatan berbau sara.
Tujuannya dengan semangat urun rembug dalam bentuk kritik kepada pemerintah dan satire kepada netizen pembuat meme.
Disamping itu unggahan tersebut diniatkan untuk membantu menyuarakan keresahan masyarakat, termasuk umat Budha terkait rencana kenaikan tarif masuk Candi Borobudur.
Bahwa upaya kriminalisasi terhadap para pengkritik kebijakan pemerintah tersebut. Jika terus dilakukan, maka akan dapat menggerus kedudukan negara kita sebagai sebuah negara demokrasi.