Waktu itu sudah berkeluarga (istri + anak), maka cuti kuliah karena gak bisa membayar uang semester, adalah solusi terbaik meskipun bukan pilihan terbaik.
Praktis 23 tahun lamanya kuliah, cuti kuliah, macet kuliah (1979-2004), Alhamdulillah akhirnya bisa juga diwisuda jadi sarjana syari'ah/hukum (S1) dengan gelar SH.i (Sarjana Hukum Islam).
Tahun 2004 dan seterusnya, masih tetap bekerja sebagai wartawan. Meliput antara lain bidang hukum, kriminal, perkotaan.Â
Dengan modal ijazah SHi dr UIN Jakarta itu pula, mencoba ikut ujian advokat, lawyer, pengacara, dan lulus tapi belum praktek/beracara pada tahun 2009.
Tahun 2011, kembali ada kesempatan kuliah S2 hukum di UIJ (Universitas Islam Jakarta, dulu UID) di Utan Kayu, Matraman, Jakarta Timur. Mengambil kelas khusus karyawan/wartawan. Wisuda S2 pada Desember tahun 2015.
Setahun sebelum wisuda di UIJ (2014), koran tempat saya bekerja di Harian Terbit, dijual dan karyawan serta wartawan semuanya pensiun dini. Kami masih dapat pesangon. Meski nilainya kecil, tapingarus disyukuri. Sudah lebih dari cukup.
Maka separuh dari uang pesangon dari kantor, saya manfaatkan untuk membayar utang pembayaran kuliah per semester. Alhamdulillah bisa ikut wisuda Desember tahun 2015.Â
Tapi persoalan tidak habis sampai di sini. Sisa uang pesangon masih kurang untuk menebus ijazah S2. Ijazah ditahan di kampus. Lima tahun kemudian (2020) baru bisa nebus ijazah S2, itupun minjam uang sama adik di Makassar, dan sampai sekarang belum saya bayar hahaha..
Itulah perjalanan saya sebagai mahasiswa -- yang betul-betul mahasiswa abadi -- karena dihitung lamanya menyelesaikan pendidikan. Dari sarjana muda (BA), sarjana lengkap (S1), magister (S2) tanpa bantuan beasiswa.