Katanya, awal pertama tinggal di pinggir rel, gak bisa tidur karena kebisingan suara kereta api. Lama-lama sudah terbiasa. Gampang tertidur meski kereta setiap saat melintas.Â
Yang belum nyambung dengan pikiran dan akal sehat saya, ya itu tadi. Apa hubungannya antara suara bising kereta dengan jumlah anak?Â
Ah ada-ada aja ya hahahaha....
CERITA PULO TIMAHA BEKASI
"Wah...reportase yang keren dan lengkap," begitu saya melempar pujian setelah membaca tulisan status di laman Facebook teman Abu Bagus. Beliau yang mantan wartawan itu menulis seperti ini :
Banyak cerita di balik nama kampung ini. Tentang kedigjayaan, Â orang Pulo kesohor sebagai orang yang jago berantem, tidak pernah takut ngadepin siapa aja. Â Lawan yang paling kondang ya orang Gabus. Pulo dan Gabus adalah musuh bebuyutan. Â Itu dulu.Â
Di Pulo juga banyak santri. Â Di sini ada masjid besar dan madrasahnya, Attaqwa. Melalui lembaga ini KH Noer Alie membina masyarakat Pulo Timaha sampai melahirkan banyak tokoh ulama, Â cerdik pandai.Â
"Tanah yang saya pijak dulunya adalah tanah sawah dan kini jadi rumah rumah kota yang sempit dan rapat rapat. Â Kumuh. Sawah habis," tulis Amin Idris, nama asli Abu Bagus.
Di ujung perumahan saya masuki gerbang Grand Duta, Â perumahan lagi. Â Rada beda ini, Â Grand Duta masih berupa hamparan sawah yang dimatikan. Â Diurug dan dipagari dengan simbol-simbol kapitalis. Â Ada kluster rumah yang luas lahannya dibawah 100 meter dijual dengan harga di atas harga 1 Milyar. Â Lagi-lagi ini dulunya sawah orang Pulo Timaha.
Di antara para tuan tanah di Pulo ada nama H Nerin dan H Antang. Entahlah  dimana  anak keturunan dua jawara yang tuan tanah ini sekarang.  Apakah mereka masih eksis seperti ayah mereka?
Saya masuk ke perumahan mahal ini. Â Dua satpam menanyakan identitas saya. Saya jelasin dan lolos masuk. Â