MIMBAR MASJID & LOCUS DELICTI
Beberapa saat setelah sholat Zhuhur di Masjid Al Hikmah, Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jl. Gajah Mada hari ini, Selasa 14 Juli 2021, baru terasa ada yang janggal. Ganjil dan unik. Apanya ya? Coba disimak fotonya.
Setelah kita perhatikan latar belakang dari foto ini, ternyata mimbar masjid masih menggunakan mimbar lama. Masih tertulis "Pengadilan Negeri Jakarta Pusat". Padahal, sudah menjadi Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Rupanya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah menempati gedung baru di wilayah Bungur. Â Sekedar diketahui, PN Jakpus ini pernah menyidangkan perkara mega korupsi era Soeharto : yakni kasus Edy Tansil.Â
Si pengusaha WNI penjual sepeda dan pemilik PT Golden Key asal Makassar ini, berhasil kabur dari penjara Cipinang Jakarta Timur saat menjalani hukuman usai membobol Bank Bapindo. Begitu dakwaan JPU Luqman Bachmid terhadap Edy Tansil -- yang ketika itu didampingi oleh tim pengacara Gani Djemat.
Adik pengusaha Hendra Raharja (BHS Bank) ini, sampai sekarang masih buron dan sempat menyeret-nyeret nama Pak Sudomo, karena adanya "ketebelece" dari mantan Pangkopkamtib tersebut.
Bekas gedung lama inilah, lalu ditempati sementara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Ini juga karena gedung Pengadilan Negeri Jakarta Utara di wilayah Sunter - Ancol, sedang direhab total.Â
Soal nama mimbar masjid berbeda, tidak masalah dalam hukum agama. Tokh sholat bisa di mana saja. Yang penting kiblatnya tetap sama : tetap mengarah ke Masjidil Haram, Mekah, Arab Saudi, kiblat seluruh umat Islam seluruh dunia.
Yang mengganggu saya, tentu terkait masalah hukum negara. Dalam istilah hukum, ada yang namanya "Locus Delicti". Yakni, di mana tempat kejadian perkara dan pengadilan yang berwenang menyidangkan perkara tersebut.
Menurut teori ini, "Locus Delicti" merupakan tempat dimana seseorang melakukan suatu tindak pidana. Apabila telah ditentukan mengenai dimana tempat tindak pidana dilakukan, maka dapat ditentukan juga mengenai pengadilan mana yang berwenang untuk mengadili orang yang melakukan tindak pidana tersebut.
Dalam pikiran sederhana saya, timbul pertanyaan "nakal" : lalu bagaimana dong dengan keputusan hakim dalam perkara yang disidangkan di pengadilan ini, maksudnya majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara ini?Â
Misalnya, tindak pidananya terjadi di wilayah hukum Jakarta Utara, tentu disidangkannya harus di Pengadilan Negeri Jakarta Utara juga. Tapi kalau melihat "Locus delicti"-nya, tempat tindak pidananya di wilayah hukum Jakarta Utara, tapi diputus di wilayah hukum Jakarta Pusat
BATAL DEMI HUKUM?
Nah, bagaimana dengan putusan hakim selama ini, apakah otomatis "catat hukum" dan "batal demi hukum"?Â
Seorang teman wartawan yang sudah "bangkotan" meliput sidang di PN Jakarta Utara, Lae Wilmar Pasaribu, mengaku pernah juga terlintas di pikirannya tentang adanya perbedaan "Locus Delicti" di gedung tempat mencari keadilan ini.
Kepada saya di sela-sela menunggu jadual sidang, si kawan ini bercerita, pernah mengusulkan kepada satu pengacara untuk mengajukan keberatan atas putusan hakim kliennya -- karena alasan beda wilayah hukum dengan lokasi gedung pengadilan.
Hasilnya? Teman pengacara tersebut hanya ketawa. "Gila lu. Saya kan masih banyak agenda sidang di pengadilan ini. Bisa berantakan nasib klien saya kalau saya banyak protes hehehe...," kata teman wartawan tadi, menceritakan ulang dialognya dengan sang pengacara.
Maaf, ini sekedar pertanyaan "nakal" dari saya. Gak usah ditanggapi serius. Toh teman wartawan tadi sudah mencoba mengusulkan kepada pengacara, tapi ya.. ditolak
#nurterbit #advokatkita #advKAI
#wartawanbangkotan #PNJakut #menulissampaitua #PNJakpus
PN. JAKUT PN. Jakpus
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H