Maaf, sekali lagi maaf, jika orang Makassar seperti saya sudah "lancang" memakai istilah Betawi "Bangkotan" untuk judul buku saya.
Saya sendiri pernah memegang KTP DKI Jakarta bergambar Monas waktu masih bujangan di Tanjung Priok, Jakarta Utara (1980-1990).Â
Lalu "menyingkir" ke pinggiran ibukota, tepatnya di Kota Bekasi (1990 sampai sekarang) dan berganti KTP bergambar Kujang, senjata tradisional masyarakat Sunda. Semacam badik di Makassar, atau keris di Jawa, rencong di Aceh dan lainnya.
Itu sebabnya, saya juga heran. Sebagai orang Makassar, seharusnya kan saya ini lebih pantas dipanggil "Daeng Nur", tapi kenyataannya teman-teman lebih sering menyapa "Bang Nur", layaknya panggilan lelaki Betawi. Khususnya Jakarta.Â
Mungkin karena sudah separuh umur saya (31 tahun dari 60 tahun), dihabiskan di rantau. Lebih aneh lagi, ada yang manggil "Abang Daeng". Ya suka-sukalah. Dipanggil apa aja boleh deh, asal jangan dipanggil oleh KPK. Bisa gawat
Jadi untuk "kasus" Bangkotan ini, saya tentu harus berterima kasih sekali lagi kepada Abang Senior Endang Sobrin. Hitung-hitung, Abang Endang telah ikut mempromosikan buku saya, sekaligus personal branding saya secara gratis
Kalau perlu, maaf nih bang, saya tantang abang. Yuk kita berkolaborasi menulis tentang "Lika-Liku Kisah Wartawan" -- ini juga judul buku saya yang lain dengan editor Ismet Rauf wartawan senior LKBN Antara -- diterbitkan oleh PWI Pusat dalam rangka Hari Pers Nasional (HPN), Februari 2020, di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.Â
Nah kapan nih kita berkolaborasinya? Atau sekedar ngopi-ngopi dulu untuk "pemanasan" Saya tunggu kabar dari Abang deh kapan siapnya. Yuk ah bang...
Bekasi, Rabu 9 Juni 2021 pk. 00.48 WIB -Salam Nur Terbit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H