Setelah sudah sama-sama "Bangkotan", eh malah ketemu di media sosial Facebook ini. Dunia ternyata sempit ya hahaha...
Beliau tidak setuju saya pakai istilah "Bangkotan". Seperti yang saya screenshot status FB-nya di bawah ini. Alasan beliau, karena "Bangkotan" itu katanya, istilah Betawi (Jakarta).Â
Jadi katanya hanya cocok untuk orang atau wartawan etnis Betawi. Misalnya, Ridwan Saidi atau Mahbub Djunaedi, dua tokoh Betawi yang sudah tua. Eh, maksudnya tidak muda lagi
Babeh Ridwan Saidi adalah budayawan Betawi dan mantan anggota DPR, kini masih hidup, dan Mahbub Djunaedi adalah wartawan senior, kini sudah wafat, dan beberapa bukunya saya koleksi.Â
Bahkan, ketika Ridwan meluncurkan buku kumpulan tulisan Mahbub di Yayasan Bung Karno, Pasar Minggu, Jaksel, 1990-an, saya juga hadir meliput sebagai wartawan.Â
Di tempat ini saya ketemu almarhum "Om Pram" alias Pramoedya Ananta Toer bersama adiknya Koesala Soebagyo Toer. Sempat berfoto.
Tulisan tentang "Om Pram" selengkapnya ada di link ini
Atau di nurterbit.blogspot (2011/12) bertemu-sesama-pengagum-pramoedya. Atau di blog saya yang lain : www.nurterbit.com Bisa juga diklik channel video saya YouTube.com/nurterbit
Saya Pakai Sebagai Personal Branding
Tentang apa arti "Bangkotan" itu sendiri, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bangkotan adalah "bangkot". Arti lainnya dari bangkotan adalah "sudah tua". Bisa diklik link ini : https://lektur.id/arti-bangkotan/
Jadi saya kira, begitulah argumen saya. Mohon maaf kepada Abang senior Endang Sobirin, juga untuk masyarakat Betawi pada umumnya.Â