Karena itu, ketika sekali waktu saya ke Makassar, Putu Kacang saya jadikan buah tangan. Satu toples sengaja saya bawa dan diberikan kepada teman di Jakarta sebagai souvenir. Besoknya teman tadi menelpon.
"Bang Nur, mau tanya nih, Putu Kacang Makassar memang selalu basah di permukaannya?".
Saya kaget, loh seingat saya Putu Kacang itu fisiknya kering, apalagi kalau masih di dalam toples. Koq ini bisa basah? Sambil mikir, teman tadi nelpon lagi dan tertawa ngakak.
"Bang Nur, barusan saya pergoki anak saya makan Putu Kacang. Ternyata satu-persatu dijilati permukaan kue tadi untuk menikmati manis gulanya. Lalu setelah habis dijilati, dia masukkan lagi kuenya ke dalam toples. Pantas basah. Rupanya....ah jorok deh anak saya Bang Nur hahaha....".
.
Di Makassar, Putu Kacang memang menjadi salah satu kue favorit peneman minum kopi atau teh manis. Selain praktis, juga karena bisa bertahan lama.
Menjelang lebaran Idul Fitri, atau sejak awal puasa Ramadhan biasanya kaum ibu dan remaja putri di Makassar sudah sibuk membuat kue lebaran. Salah satunya Putu Kacang, alias Kue Satu ini.
Salam Nur Terbit.
Foto - foto kiriman dari sepupu saya di Makassar: Om Ded @0yo_pagadjang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H