"Uang panai juga merupakan siri, atau kewibawaan-harga diri dalam budaya Bugis-Makassar," kata Rahmat seperti dikutip dari detikNews.
Sosiolog Unhas lainnya yaitu Ramli AT menjelaskan dalam tradisi masyarakat Bugis-Makassar, pria yang hendak menikah harus punya kemampuan finansial yang cukup.Â
Menurut Rahmat Muhammad, umumnya berkisar antara jutaan hingga ratusan juta rupiah. Jumlah uang panai ini biasanya akan diumumkan saat prosesi lamaran atau tunangan.Â
Pengumuman inilah yang membuat "uang panai" jadi lambang prestise di kalangan masyarakat Bugis-Makassar. Dalam perkembangannya, angka itu menjadi simbol gengsi karena angka itu dipublish.Â
Misalnya, seorang perempuan dilamar dengan uang panai sekian ratus juta rupiah, itu menjadi simbol bahwa yang terlibat dalam pernikahan ini adalah orang mampu. Memang jumlah panai harus diumumkan.
Rupanya jumlah "uang panai", juga tak melulu soal prestise. Uang panai yang tinggi juga bisa menjadi tanda bahwa pihak calon mertua menolak calon suami anaknya.Â
Oleh karena itulah keluarga wanita akan menetapkan nominal uang panai yang tinggi agar si pria urung menikahi calon istrinya.
Makanya, ada cara keluarga wanita menolak laki-laki. Ya, dengan menaikkan uang panai menjadi sangat tinggi. Kalau sudah tidak masuk akal, tidak memungkinkan dilihat kemampuan laki-laki.Â
"Biasanya, itu maksudnya adalah penolakan," tutur Ramli. Wow ...
(Nur Terbit).