KURMA ARAB DARI TETANGGA
Oleh : Nur Terbit
Pagi-pagi, saya dikagetkan dengan tumpukan 3 toples kecil di atas meja, berisi buah kurma.
"Beli di mana Ma?," tanya saya ke istri.
Seingat saya, dari kemarin saya belum menyetor "uang belanja" hehe....koq bisa beli kurma. Kurma kan mahal?
"Gak beli Pah, dikasih sama tetangga," kata istri. Penjelasannya singkat. Sehingga saya dipaksa mencari jawaban selanjutnya.
"Tetangga yang mana ya?"
Di komplek tempat tinggal saya, memang beragam etnis. Nyaris semua suku bangsa ada. Bak warna pelangi. Ya, pelangi Nusantara deh.
Coba saja. Tetangga sebelah kanan, orang Batak. Dia menggantikan penghuni lama orang Padang yg mengontrak. Sebelumnya orang Sunda.
Di depan rumah orang Betawi, samping kirinya orang Cina, berderet orang Jawa, orang Flores, orang Ambon, orang Bali, orang Madura, Papua dan Melayu Kalimantan.
Jangan2 dari rumah Pak Haji? tepatnya "Daeng Ngajji", tetangga sekampung saya yang orang Bugis-Makassar. Eh iya, istri Pak Daeng ini orang Jawa. Kombinasi dan kolaborasi Bugis dan Jawa hehe....
Belakangan, istri saya baru cerita bagaimana asal-usul 3 toples kurma misterius itu. Ceritanya begini :
Pagi tadi, ada seorang wanita berhenti di depan pintu pagar rumah. "Kurma Bu, kurma....", katanya sambil menyodorkan satu bungkusan.
"Oh maaf Mbak, gak berminat, terima kasih...."
"Gak dijual Bu. Ini untuk ibu koq. Dari mama Naila. Saya cuma disuruh nganterin," katanya. Dia baru mengaku sebagai "asisten rumah tangga" mama Naila.
Dengan tersipu malu, istri minta maaf. Tentu, sambil meraih bungkusan tersebut. Sebab sebelumnya dia sudah terlanjur bilang "gak berminat" hehe...
"Bilang ke Mama Naila, terima kasih ya", katanya. Sambil memotret bungkusan kurma, lalu mengetik pesan di WA. "Syukron Mama Naila. Kirimannya sudah sampai".
Mama Naila, memang kerja di sebuah travel biro haji dan umrah. Bolak-balik Indonesia-Arab Saudi, terutama sebelum ada Covid-19. Yang namanya kurma, tentu bukanlah sesuatu yang sulit diperoleh.
*****
Saya ingat ketika masih aktif jadi wartawan di Harian Terbit. Kantor kami juga selalu dapat "jatah" kiriman kurma dari kantor Kedutaan Arab Saudi di Jakarta. Salah satu redaktur eksekutif kami, (alm) Pak Kiyai Irfan Zidni, punya kedekatan dengan Dubesnya.
Sekali waktu, saya diajak mampir wawancara ke kantor Kedubes. Dia wawancara dalam bahasa Arab, saya jadi pendengar setia. Manggut-manggut. Biar kelihatan kerja juga, saya merekam dan memotret pertemuan tersebut hehe....
Pulangnya, kami dapat jatah kurma. Satu untuk Pak Kiyai, satu lagi untuk saya plus bonus: tugas berat menerjemahkan hasil rekaman tadi untuk bahan tulisan.
"Nur kan lulusan IAIN, pasti pahamlah dikit-dikit. Besok saya tunggu ya hasil wawancara yang sudah jadi tulisan," pesan Pak Kiyai. Waduh.
Ketika suatu hari diajak umroh 1996 Â oleh Pak Haji Hafidz Taftazani, pimpinan Biro Pelaksana Ibadah Haji dan Umroh (BPIH) Dewan Masjid Indonesia (DMI) berkantor di Mesjid Istiqlal Jakarta, ada juga cerita soal kurma.
Saat rombongan menginap di Medinah usai shalat jamah di Mesjid Nabawi, kami diajak melihat kebun kurma dan belanja di sana. Kaum emak-emak, paling bersemangat menawar.
"Berapa harga kurmanya Tuan?," tanya MS, penyiar TVRI yang ikut dalam rombongan. Dia kini pensiun dari TVRI, dia buka kantor notaris di Ciputat, Tangerang.
"Kullu syaingin khomza real," kata penjual kurma dalam bahasa Arab. Artinya, segala sesuatu yang dijual, semuanya 5 real deh pokoknya.
Si MM, yang pernah menang quis di acara "Tak Tik Boom" RCTI ini, pelan-pelan mendekati saya dan berbisik.
"Pak Nur, saya mau beli kurma. Tapi harganya kemahalan. Kalau ditawar 4 real, bagaimana saya ngomongnya dong Pak Nur?"
Dasar emak-emak. Apa aja mau ditawar. "Bilang aja, Tuan bisa gak Arba'ah real. Itu artinya empat real," kata saya.
Lalu, MM tetap meminta ditemani menawar kurma. Pikir saya, ngapain belajar bahasa Arab ke saya, kalau tetap ditemani?
Dengan "pede"-nya MM maju ke depan. Berhadapan langsung ke orang Arab penjual kurma.
"Tuan, ini kurmanya boleh gak ARBA'AH RAKAATAIN?", kata MM.
Orang Arabnya kaget. Saya juga kaget, koq "Arba'ah rakaatain". Memangnya mau berniat shalat? Hahaha..... akhirnya jadi juga penawaran tersebut. Dari khomzah real, turun jadi Arba'ah real.
*****
Hari ini, setelah hampir 20 tahun, ketemu cerita kurma lagi. Saya dapat kiriman kurma. Kali ini dari tetangga. Bukan dari Kedubes Arab Saudi. Atau kurma yang ditawar MM penyiar TVRI itu. Bedanya, tak ada bonus tambahan dari pak Kiyai.
Ya, saya tidak perlu menerjemahkan
"bahasa kurma" dari kiriman Mama Naila untuk bahan tulisan. Juga gak perlu menawar seperti MM, karena ini kurma gratis hehehe....Kecuali, cukup menulis di status FB ini. Salam
Bekasi, Rabu 6 Mei 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H