Ketika suatu hari diajak umroh 1996 Â oleh Pak Haji Hafidz Taftazani, pimpinan Biro Pelaksana Ibadah Haji dan Umroh (BPIH) Dewan Masjid Indonesia (DMI) berkantor di Mesjid Istiqlal Jakarta, ada juga cerita soal kurma.
Saat rombongan menginap di Medinah usai shalat jamah di Mesjid Nabawi, kami diajak melihat kebun kurma dan belanja di sana. Kaum emak-emak, paling bersemangat menawar.
"Berapa harga kurmanya Tuan?," tanya MS, penyiar TVRI yang ikut dalam rombongan. Dia kini pensiun dari TVRI, dia buka kantor notaris di Ciputat, Tangerang.
"Kullu syaingin khomza real," kata penjual kurma dalam bahasa Arab. Artinya, segala sesuatu yang dijual, semuanya 5 real deh pokoknya.
Si MM, yang pernah menang quis di acara "Tak Tik Boom" RCTI ini, pelan-pelan mendekati saya dan berbisik.
"Pak Nur, saya mau beli kurma. Tapi harganya kemahalan. Kalau ditawar 4 real, bagaimana saya ngomongnya dong Pak Nur?"
Dasar emak-emak. Apa aja mau ditawar. "Bilang aja, Tuan bisa gak Arba'ah real. Itu artinya empat real," kata saya.
Lalu, MM tetap meminta ditemani menawar kurma. Pikir saya, ngapain belajar bahasa Arab ke saya, kalau tetap ditemani?
Dengan "pede"-nya MM maju ke depan. Berhadapan langsung ke orang Arab penjual kurma.
"Tuan, ini kurmanya boleh gak ARBA'AH RAKAATAIN?", kata MM.
Orang Arabnya kaget. Saya juga kaget, koq "Arba'ah rakaatain". Memangnya mau berniat shalat? Hahaha..... akhirnya jadi juga penawaran tersebut. Dari khomzah real, turun jadi Arba'ah real.