Pagi tadi, ada seorang wanita berhenti di depan pintu pagar rumah. "Kurma Bu, kurma....", katanya sambil menyodorkan satu bungkusan.
"Oh maaf Mbak, gak berminat, terima kasih...."
"Gak dijual Bu. Ini untuk ibu koq. Dari mama Naila. Saya cuma disuruh nganterin," katanya. Dia baru mengaku sebagai "asisten rumah tangga" mama Naila.
Dengan tersipu malu, istri minta maaf. Tentu, sambil meraih bungkusan tersebut. Sebab sebelumnya dia sudah terlanjur bilang "gak berminat" hehe...
"Bilang ke Mama Naila, terima kasih ya", katanya. Sambil memotret bungkusan kurma, lalu mengetik pesan di WA. "Syukron Mama Naila. Kirimannya sudah sampai".
Mama Naila, memang kerja di sebuah travel biro haji dan umrah. Bolak-balik Indonesia-Arab Saudi, terutama sebelum ada Covid-19. Yang namanya kurma, tentu bukanlah sesuatu yang sulit diperoleh.
*****
Saya ingat ketika masih aktif jadi wartawan di Harian Terbit. Kantor kami juga selalu dapat "jatah" kiriman kurma dari kantor Kedutaan Arab Saudi di Jakarta. Salah satu redaktur eksekutif kami, (alm) Pak Kiyai Irfan Zidni, punya kedekatan dengan Dubesnya.
Sekali waktu, saya diajak mampir wawancara ke kantor Kedubes. Dia wawancara dalam bahasa Arab, saya jadi pendengar setia. Manggut-manggut. Biar kelihatan kerja juga, saya merekam dan memotret pertemuan tersebut hehe....
Pulangnya, kami dapat jatah kurma. Satu untuk Pak Kiyai, satu lagi untuk saya plus bonus: tugas berat menerjemahkan hasil rekaman tadi untuk bahan tulisan.
"Nur kan lulusan IAIN, pasti pahamlah dikit-dikit. Besok saya tunggu ya hasil wawancara yang sudah jadi tulisan," pesan Pak Kiyai. Waduh.