"Nama teman bapak bernama S itu tidak ada di daftar kami. Semua yang sudah melunasi uang DP dan cicilan pertama, pasti tercatat di buku kami," kata petugas di bagian marketing.
"Jadi berarti teman saya S itu belum sepeserpun dia bayar ke sini? Lalu bagaimana dengan.....", saya tak meneruskan lagi.Â
Tapi berdua istri, segera meninggalkan petugas marketing menuju lokasi perumahan, mencari lokasi rumah berdasarkan informasi dari petugas developer.
Apa yang terjadi kemudian, membuat seluruh persendian saya seolah copot, badan lemas. Tak terkecuali istri saya. Rumah yang dimaksud, ternyata sudah diisi oleh orang lain. Kami pun hanya bisa gigit jari.
Mulai dari sinilah saya dan istri mengenal Bank Tabungan Negara (BTN) melalui fasilitas program Kredit Pemilikan Rumah (KPR).Â
Dengan susah payah uang yang sudah "hangus" untuk DP rumah, akhirnya dicicil oleh S. Tentu saja setelah kami sempat bersitegang dan nyaris berkelahi. Dari pengembalian uang secara cicilan itu pula, kami menyicil kembali uang DP ke BTN.
Setelah semuanya beres, kami pun menjalani serangkaian prosedur di kantor BTN. Seperti melengkapi dokumen administrasi. Daftar slip gaji dari kantor, surat keterangan belum punya rumah, buku tabungan dan surat keterangan persetujuan istri.Â
Setelah urusan administrasi beres, dilanjutkan dan wawancara, akad kredit hingga akhirnya tiba pada penyerahan kunci. Ya, penyerahan kunci yang sebenarnya. Bukan penyerahan kunci gaya teman S, yang jelas-jelas hanya tipu daya belaka.
Ketika itu, BTN memang satu-satunya bank pemerintah yang melayani soal kredit pemilikan rumah atau KPR. Artinya, nama dan keberadaan BTN saat itu, sangat familiar bagi kami, generasi zaman old 😎😕.
Kini, sesuai perkembangan teknologi dan pertumbuhan ekonomi yang semakin dinamis, membawa BTN hadir untuk merangkul generasi digital dan milenial.Â