Di saat kemarau, saat airnya surut, banyak ikan-ikan patin yang kabur dari kolam penduduk atau sudah lama menjadi hewan endemik habitat Citarum berenang ke hulu menentang arus. Bagi mereka berhasil menangkap merupakan anugrah, ikan ini beratnya cukup lumayan 5 kg bahkan 10 kg.
Sejak jalan tol Citarum Rajamandala selesai, tak banyak pengendara yang lewat jalur ini. Jalurnya memutar, sepi, jembatannya agak kecil, sehingga jalan ini tidak praktis dilalui. Tak heran, histori jalan raya pos ini kurang dikenali oleh generasi muda.
Namun bagi peminat cagar budaya, jalan heritage ini mendapat tempat tersendiri. Buktinya, saat penulis tiba di jembatan Citarum lama, ada rombongan turis luar negeri mencari tahu dan mendokumentasikan jalan dan jembatan ini. Sayangnya mobil travel keburu menjemput. Bagi tidak berkendaraan,  ada juga angkutan melayani daerah ini, yaitu angdes Ciranjang-Rajamandala bisa mengantarkan ke lokasi ini.
Semakin langka dilalui, semakin bernilai historinya. Bila kereta api memiliki "museum kereta api" menggunakan bekas rel tua di Sawahlunto dan Ambarawa, mungkinkah Binamarga memiliki "museum jalan raya" di sini. Keaslian dan keasrian wilayah relatif terjaga dan saksi bisu "pioner" lahirnya jalan-jalan raya baru di tanah air.  [Dadan Wahyudin]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H