Selain itu banyak politikus yang terjerumus kedalam prilaku-prilaku yang tidak terpuji menyangkut harta negara ( korupsi ), baik ditataran eksekutif, legislatif bahkan yudikatif. Hal ini menyebabkan timbulnya sikap apatisme dimasyarakat, sehingga mereka terjatuh kedalam jurang kehidupan yang pragmatis, hedonis, malas, bahkan banyak pula yangmenunjukan keberpihakan politiknya tanpa mengetahui hakikat sebenarnya. Padahal sejatinya dalam kehidupan politik memerlukan pemikiran yang cerdas dan kerja keras, bukan hanya asal gilas.
Ketiga landasan di atas cukup memberikan satu alasan besar bahwa identitas politik dalam konteks filosofis sunda memiliki makna besar bagaimana kehidupan politik itu harus dilaksanakan dengan rasa tanggungjawab bersama untuk saling mencerahkan dan mengingatkan (silih asah), strategi dalam penguatan identitas politik itu dapat dilakukan dengan cara saling menyayangi oleh elit politik terhadap rakyat (silih asih), dan saling memberikan penguatan dalam mempertahankan nilai-nilai politik (silih asuh). Politik akan memiliki visi yang progresif jika berdasarkan nilai-nilai budaya luhur bangsa sendiri bukan budaya bangsa lain. Hanya bangsa yang tidak memiliki harga dirilah yang akan selalu menjunjung tinggi dan bangga dengan budaya bangsa lain. Dan di sanalah keterpurukan identitas politik akan terjadi. Jika identitas politik yang akan kita jalankan hanya berlandaskan pada budaya orang lain maka dipastikan kita tidak akan memiliki identitas budaya sendiri.
“identitas hiji bangsa bisa diukur ku budayana”
( identitas suatu bangsa dapat ditinjau dari budaya nya )
Penulis : Dadan Rizwan Fauzi ( PKN UPI 2013 )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H