Mohon tunggu...
Dadan Hidayat
Dadan Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Travel Journalism

Situs Web Berita & Wisata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Miratku, Mantan Terindahku"

3 Juni 2020   17:27 Diperbarui: 4 Juni 2020   11:44 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dok. Seri buku saku Tempo

"Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi"

Itulah sepenggal baris terakhir dari puisi "Karawang-Bekasi" karya Chairil Anwar, yang paling fenomenal melucuti semangat juang bangsa Indonesia saat meletusnya perang Agresi Militer Belanda pasca kemerdekaan RI.

Chairil Anwar sebelum tenar menjadi sastrawan besar angkatan 45', dikenal sebagai sosok yang mudah bergaul dengan pria ataupun wanita. Perangainya yang kalem, kulit putih, berparaskan Indo, bahasanya yang puitis serta mampu merangkai kata-kata, banyak digosipkan dekat dengan para wanita cantik.

Menurut Pamusuk Eneste dalam "Mengenal Chairil Anwar", dari semua gadis yang pernah menarik perhatian Chairil ialah Karinah Moorjono, Dien Tamaela, Gadis Rasid, Sri Arjati, Ida, dan Sumirat. Namun di antara wanita cantik yang dekat dengan Chairil, kisah cinta Chairil dan Sumirat lah yang bikin 'nyesek' para netizen.

Sumirat adalah perempuan yang paling tertambat dalam hati Chairil. Beberapa puisi dan sajak dipersembahkan untuk mirat, salah satu sajaknya berjudul "Sajak Putih-Buat tunanganku Mirat", Chairil menuliskan:

"Buat Miratku, Ratuku! Kubentuk dunia sendiri,
dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!
kucuplah aku terus, kucuplah
dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku"

Dengan sajak ini, terbukti bahwa erotisisme dan seksualitas yang terbuka tidak harus berarti pornografi, dan kehadiran sajak ini menepis anggapan sebagian peneliti, bahwa sastrawan Indonesia selalu bersikap malu-malu kucing untuk menggauli seks dalam karya-karyanya tentu komentar semacam itu dilontarkan sebelum Saman terbit. Tapi bahkan sebelum roman yang ditulis Ayu Utami itu memancing perbincangan hangat, antar lain karena eksplorasi seksualitas di dalamnya, pernyataan itu sudah terbantah oleh sajak Mirat Muda, Chairil Muda.

Menurut Seno Gumira Ajidarma dalam "Gelora Cinta Chairil Anwar pada Pacarnya Mirat," (Intisari,April 2002), salah satu sajak Chairil terindah adalah "Mirat Muda, Chairil Muda" yang ditulis pada 1949, namun dibubuhi keterangan di pegunungan 1943.

Foto: Dok. Seri buku saku Tempo
Foto: Dok. Seri buku saku Tempo
Chairil bertemu Mirat pada 1943 di tempat wisata Pantai Cilincing Jakarta. Disana, ia melihat Chairil. Pemuda itu tengah duduk bersandar di sebatang pohon sambil membaca buku tebal.

Mirat mengungkapkan kepada Purnawan Tjondronagoro, mula-mula tiada menjadi perhatiannya, tapi beberapa kali melewatinya, melihat dia tekun membaca tanpa peduli sekelilingnya, benar-benar membuatnya heran. Aneh, pikirnya, orang-orang bersenang-senang di sini, tapi dia lebih tenggelam dalam bukunya.

Sikap Chairil yang tak peduli ternyata memikat hatinya. Dalam perjalanan pulang, ia memikirkan Chairil. Terutama membayangkan apa yang tengah bermain dalam angan pemuda itu. Saat ia melukis di sanggar milik Affandi, wajah Chairil kembali muncul di benaknya.

Singkat cerita mereka lalu berpacaran; Menonton film berdua, ada kesamaan dalam hobi mereka, Mirat suka melukis, sedangkan Chairil membuat sajak. Chairil sering mampir ke rumah Sumirat di Kebon Sirih Jakarta. Mereka mendiskusikan sajak-sajak Chairil. Sumirat, seorang perempuan yang mencoba menghayati hasil karya Chairil.

Menurut Purnawan, Sumirat sangat tertarik kepada kemaun keras Chairil yang tidak mengenal lelah. Pekerjaannya membuat sajak di mana-mana. Kertas-kertas penuh dengan tulisan tangannya.

Suatu ketika Sumirat pulang kampung ke Desa Paron di Madiun, Jawa Timur, Chairil menyusul dan sempat tinggal beberapa hari. Ayah Sumirat, RM Djojosepoetro, memberikan restunya dengan syarat Chairil memiliki pekerjaan tetap, mungkin saat itu ayahnya Mirat menolak secara halus sebab Chairil tidak punya pekerjaan tetap dengan penghasilan tak menentu, alhasil Chairil, memilih pamit untuk kembali ke Jakarta dan tidak kembali lagi.

Purnawan menulis, agaknya pertemuan dengan Chairil yang pasti tidak akan mencari muka itu semakin menyakinkan penolakan orang tua Mirat. Menurut Mirat, adik-adiknya memandang Chairil dengan sinis. “Ya, tak dapat kusalahkan” pikir Mirat. “Seorang asing tanpa pekerjaan datang untuk melamarku.”

“Anak cari kerja dulu yang baik dan tetap, nanti kita bicarakan lagi,” ujar Ayah Mirat yang sangat bisa dimaklumi oleh Mirat yang sementara itu masih berpendapat: “Tapi daya Tarik Cril benar-benar kuat dan melekat. Dia adalah idaman hatiku.”

Istri Chairil Anwar (Hapsah Wiriaredja) | Foto: buku Chairil Anwar, Hasil Karya dan Pengabdiannya karya Sri Sutjianingsih
Istri Chairil Anwar (Hapsah Wiriaredja) | Foto: buku Chairil Anwar, Hasil Karya dan Pengabdiannya karya Sri Sutjianingsih
Menurut Seno Gumira Ajidarma, Chairil pamit dengan uang saku ayah Mirat, karena memang Chairil tidak punya uang sepeser pun. Ia meninggalkan kopor berisi buku-buku dan berkas tulisan, namun hancur bersama rumah Sumirat ketika Belanda menyerang Madiun.

Setelah Chairil kembali ke Jakarta, Sumirat kemudian mendengar semua tentang Chairil; bagaimana dia menikah, punya anak, menjadi penyair besar, dan mati muda.

“Kini Cril (panggilan sayang Mirat kepada Chairil Anwar) tiada lagi. Cril, penyair yang sepanjang hidupku kukagumi dan kudambakan, sebagai seorang penyair besar dari zamannya. Dia benar, Cril membuktikan dirinya orang besar, seperti yang selalu dikatakannya kepadaku. Dia meninggalkan seorang istri dan anak perempuan. Ingin aku bisa menjumpai mereka, bagaimanapun aku pernah mengenal baik dengan almarhum.”

Sebelum meninggal Chairil pernah mengungkapkan cita-citanya yang belum tersampaikan kepada istrinya Hapsah Wiraredja. Anak semata wayangnya Chairil, Evawani mengenang dalam "Chairil Anwar Derai-derai Cemara", menulis jika umurnya panjang, Chairil Anwar ingin sekali menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia.

***
Sumber: HisroriA ID | Minews | Galeri Buku Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun