Mohon tunggu...
Dadang Kusnandar
Dadang Kusnandar Mohon Tunggu... lainnya -

memasuki dunia maya untuk menjelajah dunia nyata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sungai Makin Sempit dan Hilang

22 Juni 2012   03:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:41 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai kapan keberadaan sungai semakin tidak memiliki jejak? Sungai kecil yang terus menyempit lalu berubah jadi gorong-gorong bergaris tengah hanya satu meter, lantas berubah lagi menjadi saluran air (got) yang masuk ke pemukiman padat warga ~adalah problem khas perkotaan. Problem sungai bertaut erat dengan lingkungan hidup dengan berbagai variannya. Dengan kata lain semakin mengecil sebuah sungai semakin tidak mampu mengalirkan air. Akibatnya bukan hanya banjir atau genangan air di badan jalan, melainkan terjadi proses erupsi (penggerusan) aspal hingga merusak jalan.

Kerusakan jalan akibat saluran air yang mampatdan kian sedikit plus menyempit, tidak hanya merugikan warga masyarakat. Tapi lebih jauh dari itu ialah pekerjaan sama yang berulang-ulang tiap tahun. Dapat dibayangkan tiap tahun anggaran, pemerintah daerah mengeluarkan dana besar bagi pekerjaan itu-itu saja. Bukankah hanya unta yang masuk kedua kalinya pada lubang yang sama? Pekerjaan umum yang dialokasikan bagi kepentingan publik memang harus dilakukan, namun begitu ketika pekerjaan tersebut merupakan pengulangan pekerjaan tahun sebelumnya dan dikerjakan di tempat yang sama, apakah bedanya dengan unta?

Apabila sungai kecil tidak terus dikonstruk menyempit, dan atas nama pembangunan jalan raya sungai yang berganti status menjadi got besar, lalu secara periodik menjadi got (saluran) dengan diameter kurang dari 50 centi meter~adakah istilah selain upaya pengrusakan lingkungan hidup? Upaya pengrusakan yang pada mulanya berawal dari ketidaksiapan serta ketidakseriusan menjaga sungai. Baik itu menyangkut kualitas air, kemampuan sungai mengalirkan air, lebar sungai maupun keasrian lingkungan sekitar sungai/ kali. Di Cirebon yang ada adalah bangunan di atas bantaran kali. Bangunan yang sudah pasti menggusur bahkan menutup sungai. Diantara sejumlah bangunan di atas bantaran kali jenisnya beragam, ruko (rumah toko), hotel, kios dagang, termasuk kantor pemerintah.

Artinya pemerintah daerah tidak serius menangani keasrian lingkungan hidup. Dan dengan demikian ketidakseriusan itu selalu mengundang permasalahan sama, berulang, bagai tak ada pekerjaan lain yang lebih penting. Selalu saja sarana prasarana (umum) akibat kelalaian menjaga keasrian lingkungan. Jika saja sungai tidak menyempit, jika saja sungai tidak dibuat menyempit, dan bila tidak ada sampah (industri dan rumah tangga) yang merangsek terus ke badan kali, dengan kesungguhan pemerintah daerah memfungsikan kembali sungai serta partisipasi aktif masyarakat maka kali yang ada di Cirebon akan memberi manfaat; bukan mudharat. Langkah yang dapat ditempuh guna merealisasikan ide jangan persempit lebar kali, tidak boleh tidak yakni jangan tutup kali yang terbuka dengan alasan solusi kemacetan lalu lintas. Fakta kali cukup lebar di depan Rumah Sakit Tentara (RST) Ciremai Kota Cirebon dua tahun lalu disamping menutup sungai, juga menebang pohon angsana yang teduh.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun