Mohon tunggu...
Dadang Darmansyah
Dadang Darmansyah Mohon Tunggu... Lainnya - ASN di Badan Pusat Statistik

Lahir di kaki Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan, saat ini ASN di Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis, penyuka olahraga dan kuliner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Srikandi Pejuang Data

30 November 2020   14:32 Diperbarui: 30 November 2020   14:37 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangun dini hari, bergegas masuk dapur menyiapkan makanan untuk keluarga. Suaminya akan berangkat kerja. Anak-anaknya juga siap berangkat sekolah. Memastikan saat seluruh anggota keluarga berangkat meninggalkan rumah, perut mereka sudah terisi dengan sarapan pagi. Tak lupa mencuci piring dan wadah bekas makan sehari sebelumnya. 

Belum lagi tumpukan pakaian kotor minta perhatian untuk segera dicuci. Lanjut, kegiatan menyetrika pakaian yang akan dipakai suami dan anak-anaknya hari itu. Pekerjaan sudah tuntas? Belum !, masih harus menyapu dan mengepel lantai memastikan rumah dalam keadaan bersih dan rapih saat berangkat maupun pulang kerja.

Oke, sepertinya  semua tugas rumah sudah beres. Berikutnya melepas kepergian suami dan anak-anak dengan aktivitasnya masing-masing. Saatnya menyiapkan perlengkapan tempur yakni dokumen survey, alat tulis, dokumen perjadin, surat tugas, tanda pengenal,  jas hujan dan peralatan lainnya.  

Hari itu ada beberapa kegiatan survey yang harus segera dilaksanakan dengan jadwal bersamaan. Tak lupa presensi ‘kaizala’, mereka tak ingin mendapatkan surat teguran hanya karena kekurangan jam kerja (KJK).

Demikian refleksi rutinitas para srikandi pejuang data. Mereka memiliki banyak peran yang harus dilaksanakan dengan “perfect”. Mereka adalah istri dari seorang suami, ibu dari anak-anak serta seorang pejuang data yang mengabdikan diri sebagai Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) di Badan Pusat Statistik (BPS). Lembaga yang diamanahi pemerintah sebagai salah satu produsen data di negeri ini yang membawa visi “Penyedia Data Statistik Berkualitas Untuk Indonesia Maju”.

KSK merupakan ujung tombak pengumpul data di lapangan sesuai dengan Peraturan Kepala  BPS Nomor 003 tahun 2002 pasal 47. Ada beban berat di pundak mereka sekaligus tugas mulia menjadi ujung tombak penyedia data berkualitas untuk Indonesia Maju. Dari tangan merekalah bermula seluruh data yang pada akhirnya menjadi landasan para pengambil kebijakan di negeri ini.

Namanya Ai Sri Romdoniah dan Abiddini Rianti Firdaus atau akrab dipanggil Ai dan Dini. Dua sosok srikandi pejuang data yang mengabdikan diri sebagai KSK di BPS Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat sepuluh tahun silam. Selepas lulus dari Akademi Ilmu Statistik (AIS) Semarang mereka memilih bekerja di BPS. 

Mereka mungkin tidak pernah membayangkan pekerjaan yang mereka geluti saat ini. Jika tahu sulitnya menjadi pejuang data bisa saja mereka urung mendaftarkan diri sebagai KSK di BPS.

Tapi kini mereka sudah memilih jalan, maka tidak ada kata  untuk kembali. Walau berat, seiring waktu berjalan mental mereka terus ditempa dan mulai menikmati setiap prosesnya. Walau kadang terbersit dalam diri untuk berhenti dari tugas ini dan memilih pekerjaan lain yang jauh lebih mudah. Namun cinta terhadap data yang terus tumbuh membuat mereka meyakini, BPS menjadi rumah terbaik bagi mereka berjuang untuk negeri.

Meski perempuan, menempuh jarak puluhan kilometer dengan tunggangan motor dinas biasa mereka lakukan. Hanya untuk  menjangkau responden di pelosok desa demi memperoleh data. Nasib baik jika di antara responden rumahtangga ‘welcome” menyambut mereka. Apalagi memberikan suguhan walau segelas air putih melepas dahaga karena lamanya perjalanan atau lamanya proses wawancara. 

Ramahnya responden yang menerima mereka dengan baik, kooperatif selama wawancara merupakan anugrah tak ternilai. Karena tak jarang ada responden yang menolak untuk di data, ngomel karena tak dapat bantuan, curhat masalah keluarga hingga yang berakhir dengan “non response”. Berbagai pengalaman telah menempa mereka menjadi pribadi yang kuat dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi di lapangan.

Hal yang paling sulit saat menghadapi responden pengusaha usaha besar. Selain susah ditemui, jikapun responden bersedia memberikan data, tak seutuhnya mereka “jujur’ memberikan datanya. Bahkan tak jarang mereka enggan menemui petugas dengan berbagai alasan. Padahal petugas sudah menunjukan surat tugas dan tanda pengenal. 

Meski Undang-undang Statistik No. 16 Tahun 1997 menjadi dasar surat tugas mereka, tak urung membuat responden kooperatif  dengan petugas pendata. Padahal  dalam pasal 27 secara jelas disebutkan setiap responden wajib memberikan keterangan yang diperlukan dalam penyelenggaraan statistik dasar oleh badan (BPS).

Seringkali mereka diterima  responden dengan tatapan penuh curiga. Mungkin responden mengira mereka adalah petugas pajak. Belum lagi kalau responden sudah bilang “terserah ibu saja isinya”, bikin garuk kepala tapi tak gatal. Kuping harus kuat saat responden mengomel “kami di data terus, lalu kami dapat apa atas data yang kami berikan”. Paling petugas hanya bisa menjawab “tugas kami hanya mendata,  pemerintah nanti yang akan menikdaklanjuti data yang kami kumpulkan”.

Mengorbankan waktu bersama keluarga tercinta terkadang mereka lakukan hanya karena mengutamakan pekerjaan walau di hari libur. Beruntung mereka memiliki keluarga yang sangat memahami tugas dan pekerjaannya sebagai KSK. Mungkin bagi orang lain, hari libur bisa digunakan untuk bercengkrama bersama keluarga, berlibur ke tempat wisata.

 Bagi mereka melintasi hamparan sawah nan hijau, menatap rimbunnya pepohonan sepanjang perjalanan, menikmati  istirahat di sela-sela tugas lapangan sudah menjadi hiburan yang memuaskan hati. Apalagi jika seluruh kuesioner survei terisi data yang diinginkan, berasa seperti menghirup udara pagi di puncak Gunung Dieng, lega.

Tak cukup disitu, di era serba digital mereka dipaksa untuk terus belajar dan beradaptasi dengan teknologi pengumpulan data. Berbagai aplikasi terpasang di perangkat handphone untuk menunjang pekerjaan di lapangan. 

Walau kadang sinyal tak bersahabat karena medan yang jauh dari jangkauan menara pemancar. Belum lagi masalah data hilang karena update versi aplikasi terbaru. Tapi mereka memaklumi bahwa hal itu bagian dari proses menuju perbaikan oleh BPS. Mereka tidak akan berhenti hanya karena kendala dan tantangan yang ada. Keluargalah ‘supporter’ terbesar yang membuat mereka bangga menjadi srikandi pejuang data.

Suka dan duka yang mereka alami sebagai pejuang data di lapangan semakin menyadarkan mereka bahwa mereka adalah batu bata - batu bata penguat rumah besar BPS. 

Mereka harus menghadirkan data berkualitas dengan effort yang lebih. Semua kelelahan dan keletihan yang dirasakan untuk bisa menghadirkan data berkualitas pupus sudah saat melihat pimpinan BPS, Bapak Kecuk Suharyanto dengan lugas  dan percaya diri menyampaikan paparan indikator-indikator statistik yang dihasilkan BPS di hadapan Presiden dan Jajaran kementrian pengambil kebijakan di negeri ini. 

Seraya berguman dalam dada mereka, kami bangga menjadi bagian dari garda depan BPS membangun data berkualitas untuk Indonesia maju.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun