Sebenarnya banyak padanan kata sama yang sering digunakan dalam pergaulan remaja/muda-mudi masa kini. Bahkan di saat penulis remajapun istilah-istilah tersebut juga sudah muncul.
Banyak sekali ungkapan-ungkapan untuk mengekspresikan sesuatu dengan bahasa/istilah yang berkembang di zamannya. Sebut saja kata ‘ajrit’ atau ’anjiir’, ‘edun’ atau ‘jianjuk’ dan istilah-istilah sejenis lainnya.
Di tatar sunda juga ada istilah “borokokok”, “nurus tunjung’ atau ‘ke’he’d’ yang sering digunakan. Bagi mereka ungkapan seperti hal yang lumrah dan biasa dalam bahasa pergaulan mereka. Perbendaharaan kosa-kata ini terus berkembang di setiap zaman dan daerah dengan keunikannya masing-masing.
Krisis Kesantunan
Ada masalah krusial yang terjadi dalam pembentukan perilaku di kalangan generasi muda kita. Krisis kesantunan. Teringat bagaimana dulu orang tua kita mendidik kesantunan kita sejak dini. Bagaimana berbahasa yang santun dengan orang yang lebih muda, sebaya dan yang lebih tua. Tidak boleh menyebut nama kepada saudara tuanya tapi harus menggunakan mas, kakak, teteh, aa dan istilah lainnya.
Saat berjalan melewati kerumunan orang harus bilang “punten” atau permisi dengan badan sedikit membungkuk. Tidak hanya keluarga sebagai lembaga pembentuk perilaku berbahasa di kalangan anak, bahkan lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Mereka langsung menegur saat ada perilaku berbahasa anak-anak yang tidak patut.
Kondisi ini sangat berbeda di era sekarang. Pengaruh globalisasi melalui dunia maya yang begitu mudah di akses tanpa filter di kamar-kamar sempit mereka jauh dari jangkauan orang tua, guru dan masyarakat. Bagaimana saat ini sikap keras orang tua mendidik anak-anak dengan nilai-nilai luhur dapat berujung ‘kekerasan pada anak’ dan berakibat penjara.
Murid mengadukan gurunya ke polisi atau anak mengadukan orang tuanya ke polisi adalah kasus yang kerap terjadi. Kekerasan verbal di media sosial kerap terjadi. Anak-anak kita begitu berani mengungkapkan kemarahan, kejengkelan, kekesalan dengan bahasa vulgar jauh dari etika dan kesantunan.
Fenomena yang terjadi tak sepenuhnya salah mereka. Mereka adalah produk lingkungan di zamannya. Orang tua mulai acuh dengan siapa anaknya bergaul. Tidak adanya kekhawatiran saat anaknya pulang larut malam. Bisa jadi lingkungan keluarga yang tidak kondusif terhadap terbangunnya kesantunan perilaku. Apalagi tontonan televisi di mana tokoh publik mempertontonkan buruknya berbahasa dalam debat dan diskusi mereka.
Mulailah fokus terhadap permasalahan perlindungan anak yang lebih krusial. Pekerja anak, kekerasan pada anak, seks bebas di kalangan anak-anak, kriminalitas di kalangan anak-anak, sinetron remaja yang tidak mendidik, pornografi, perceraian orang tua muda, perundungan di kalangan anak-anak merupakan deretan masalah yang harus menjadi perhatian lebih.
Kembali kepada pendidikan di keluarga merupakan solusi yang paling tepat. Orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anak. Keluarga yang baik akan melahirkan generasi yang baik. Keluarga yang baik akan memiliki perhatian untuk menyiapkan mereka memasuki lingkungan yang lebih luas di luar rumah mereka. Ketahanan keluarga menjadi pondasi ketahanan masyarakat. Ketahanan masyarakat menjadi tiang ketahanan negara.