Minyak merupakan salah satu jenis makanan yang banyak digunakan untuk diet sehari-hari. Hal ini disebabkan oleh keuntungan minyak yang telah dirasakan oleh segenap lapisan orang, yaitu untuk meningkatkan cita rasa, memperbaiki tekstur, dan pembawa flavor, disamping fungsi fisiologis dan sebagai sumber energi.Minyak erat kaitannya jantung, hal ini disebabkan oleh isu penyakit jantung koroner yang merupakan salah satu penyebab kematian peringkat atas di Indonesia. Konsumsi minyak dan lemak merupakan faktor paling dominan dan mendapat perhatian paling luas.
Studi pengaruh konsumsi minyak atau lemak terhadap penyakit jantung koroner sudah dimulai pada pertengahan 1950-an oleh Ahren, Kinsell, Keys dan Hegsted serta formula Keys yang disempurnakan oleh Hegsted. Pertengahan 1980 kebanyakan penelitian
tentang asam lemak jenuh (saturated fat) .
Berbagai hasil penelitian menyatakan bahwa terjadinya peningkatan kolesterol sangat bergantung pada panjang rantai karbon, terutama C12:0 dan C14:0, yang berasal dari bahan bakunya. Sebaliknya asam lemak tak jenuk rantai panjang (poly-unsaturated fatty
acid) mempunyai pengaruh yang dapat menurunkan kolesterol sedangkan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty acid) pada saat itu belum mendapat perhatian khusus.
Kolesterol
Kolesterol adalah molekul sejenis lipid yang ditemukan dalam aliran darah dan sel tubuh. Merupakam senyawa lemak kompleks, yang 80% dihasilkan dari dalam tubuh (organ hati) dan 20% sisanya dari luar tubuh (zat makanan) untuk bermacam-macam fungsi di
dalam tubuh, antara lain membentuk dinding sel. Kelebihan kolesterol dapat mengakibatkan penumpukan lemak dalam darah yang dapat menyumbat pembuluh darah. Pada akhirnya, jantung dan otak akan kekurangan pasokan darah yang dapat menimbulkan risiko serangan jantung dan stroke.
Sifat-sifat minyak dipengaruhi oleh asam lemak penyusunnya, yaitu asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA) dan asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acid/UFA), yang terdiri atas mono-unsaturated fatty acid (MUFA) dan poly-unsaturated fatty acid (PUFA)
atau high unsaturated fatty acid. Para ahli biokimia dan ahli gizi lebih mengenalnya dengan sebutan asam lemak tak jenuh Omega 3, Omega 6 dan Omega 9. Penelitian lainnya menunjukkan bila kita mengkonsumsi PUFA (Omega 6) yang berlebihan tanpa diimbangi konsumsi Omega 3 memang dapat menurunkan LDL kolesterol, akan tetapi HDL kolesterol juga dilaporkan ikut mengalami penurunan. Bila keseimbangan antara Omega 3 dan Omega 6 terganggu, menyebabkan darah mudah menggumpal. Kedua hal ini tidak menguntungkan karena rasio LDL/HDL (Indeks penyakit jantungn koroner) yang menurun dan mudahnya darah menggumpal tidak dapat mencegah terjadinya penyakit jantung koroner, bahkan dapat memicu terjadinya penyakit jantung koroner.
Hasil riset Grundy pada tahun 1985 dan Mensink pada tahun 1987 menyatakan bahwa MUFA dapat menurunkan kolesterol (LDL-kolesterol) sehingga MUFA mulai mendapat perhatian. Salah satu jenis MUFA adalah Omega 9 (Oleat) yang berdasarkan penelitian
pada 1992, 1998, 1999 dan 2000, menyimpulkan bahwa Omega 9 memiliki daya perlindungan yang mampu menurunkan LDL kolesterol darah, meningkatkan HDL kolesterol yang lebih besar dibanding Omega 3 dan Omega 6, lebih stabil dibandingkan
dengan PUFA.
Hal ini dapat dilihat dari masyarakat yang hidup di kawasan Mediteranian yang jarang ditemukan penderita jantung koroner karena tingginya konsumsi Omega 9 dan Omega 3. Sedangkan di kawasan barat (AS dan Eropa) konsumsi lemaknya memiliki rasio 10:1
(Omega 6, Omega 3), yang dianggap tidak sehat. Berdasarkan penelitian dan kajian epidemilogi di atas, mulai terjadi perubahan
pandangan dari konsumsi minyak kaya Omega 6 dan Omega 3 dengan kembali mengkonsumsi minyak yang berimbang yaitu 30% saturated fat, 40% MUFA (Omega 9) dan 30% PUFA (Omega 6 dan Omega 3).
Minyak Sawit
Minyak sawit ada yang berwarna jernih dan ada pula yang berwarna merah (red palm oil). Warna yang berbeda ini disebabkan karena pengolahannya yang berlainan. Dengan proses bleaching maka warna merah seolah-olah dipisahkan, sehingga produk minyak
menjadi jernih. Padahal di dalam warna merah inilah terkandung banyak beta karoten.Klaim produk minyak sawit sebagai produk sehat telah banyak dilakukan penelitian mendasar, sehingga klaim unggulannya mempunyai dasar yang kuat. Meskipun minyak
sawit mengandung Omega 9 cukup tinggi, kandungan asam lemak jenuhnya (palmitat) juga tinggi yaitu 40%. Namun, asam palmitat yang ada dalam minyak sawit mempunyai nilai positif karena dapat menurunkan kolesterol LDL.
Asam lemak Omega 9 dapat mencegah penyakit jantung koroner yang telah teruji secara laboratoris dan epidemilogis, di mana penelitian yang dilakukan selalu menggunakan minyak dengan kadar asam lemak jenuh yang rendah (sekitar 5%). Ada hasil riset yang menyatakan bahwa Omega 6 dalam bentuk tunggal memiliki sifat negatif karena berkaitan dengan peningkatan produksi eicosanoids (stimulan pertumbuhan tumor pada binatang percobaan). Namun dengan adanya Omega 9 dan Omega 3, dalam proporsi yang sesuai akan memiliki potensi memblokir produk senyawa eicosanoids tersebut, sehingga lagi-lagi peran Omega 9 dapat mencegah stimulasi negatif Omega 6. Minyak sawit memiliki karakteristik asam lemak utama penyusunnya terdiri atas 35 -
40% asam palmitat, 38 - 40% oleat dan 6 - 10% asam linolenat serta kandungan mikronutriennya seperti karitenoid, tokoferol, tokotrienol dan fitosterol. Tokoferol atau Vitamin E merupakan suatu komponen lipid yang esensial terdiri dari selaput-selaput
biologi yang saling berhubungan dengan radikal peroxyl yang berfungsi dalam mencegah perkembangan lipid peroxidan.
Tokoferol pertama kali ditemukan tahun 1922 sebagai salah satu faktor anti ketidak suburan (anti-infertilitas). Lebih lanjut dijelaskan oleh vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak yang terdiri dari campuran dan substansi tokoferol (a, b, g, dan d) dan tokotrienol (a, b, g, dan d), pada manusia a-tokoferol merupakan vitamin E yang paling penting untuk aktifitas biologi tubuh. Bentuk vitamin E ini dibedakan berdasarkanletak berbagai grup metil pada cincin fenil rantai cabang molekul dan ketidakjenuhan
rantai cabang.
Sedangkan fitosterol adalah sterol yang terdapat dalam tanaman dan mempunyai struktur mirip kolesterol. Secara alami fitosterol dapat ditemukan di dalam sayuran, kacang-kacangan, gandum. Fitosterol dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dengan cara menghambat penyerapan kolesterol di usus sehingga membantu menurunkan jumlah kolesterol yang memasuki aliran darah.
Di samping itu keunggulan minyak sawit sebagai minyak makan adalah tidak perlu dilakukan parsial hidrogenasi untuk pembuatan margarin dan minyak goreng (deep frying fat), trans-fatty acid rendah, dan unit cost murah.
Minyak Kedelai
Dari tempointeraktif disebutkan bahwa para ilmuwan telah menemukan lemak jenuh, yang bisa ditemukan dalam makanan seperti krim, keju, dan mentega, buruk bagi jantung. Minyak kedelai pernah dilirik untuk menjadi pengganti yang lebih sehat . Tetapi minyak
kedelai akan rusak bila dipanaskan. Selain itu juga harus melalui proses hidrogenasi agar minyak tetap stabil. Hidrogenasi ini membuat minyak memproduksi lemak trans. Lemak trans ini juga buruk dampaknya bagi jantung. Kini, sebuah tim peneliti Universitas Missouri, Amerika Serikat, telah mengembangkan kedelai yang menghasilkan minyak yang secara alami rendah lemak jenuh dan trans. Menurut Kristin Bilyeu, seorang peneliti pada Pusat Riset Pertanian USDA di Sekolah Pertanian, Makanan, dan Sumber Daya Alam Universitas Missouri. Timnya mencari minyak yang dampaknya baik bagi jantung dan layak secara ekonomi untuk
dikembangkan.
Bilyeu menemukan, asam oleat yang merupakan komponen dalam minyak yang stabil dan bukan merupakan lemak jenuh. Asam ini tak perlu proses hidrogenasi, yang menciptakan lemak trans. Asam oleat merupakan komponen utama minyak zaitun, tetapi
bukan merupakan suatu komponen utama dalam minyak kedelai. Minyak Zaitun terbukti baik bagi kesehatan jantung dan pembuluh darah. "Kami berusaha mengembangkan kedelai yang menghasilkan asam oleat dalam kacang," kata dia. Melalui prosedur
penyerbukan alami, Bilyeu dan Grover Shannon, profesor ilmu tanaman di Universitas Missouri, mengembangkan minyak kedelai yang sangat tinggi kadar asam oleat, yang tak hanya stabil, tapi juga lebih sehat.
Pembiakan alami ternyata meningkatan kadar asam oleat dalam kacang dari 20 persen menjadi 80 persen dan menurunkan jumlah lemak jenuh dalam sebesar 25 persen. Selain itu, karena minyak yang baru lebih stabil dan tidak memerlukan proses hidrogenasi.
Selanjutnya dari penelitian ini akan diuji coba ditanam di iklim yang berbeda apakah kedelai ini akan membuahkan hasil ekonomis yang sama. Hasil sementara terlihat menjanjikan. Menurut Bilyeu, produk sampingan dari penelitian ini tidak hanya bermanfaat bagi
kesehatan, tapi juga menarik bagi pasar biodiesel. Tingginya jumlah asam oleat memberikan minyak kedelai karakteristik tertentu yang membuat itu baik untuk biodiesel.
Dari indobic.or.id diberitakan minyak kedelai dengan tingkat asam oleat yang lebih tinggi menjadi lebih sehat karena menghilangkan kebutuhan hidrogenasi yang menciptakan lemak trans. Pioneer Hi-Bred berharap menjadikan produk ini tersedia bagi konsumen
sebagai Plenish di tahun 2012. Tanaman biotek tersebut juga telah mengurangi 20 persen lemak jenuh melebihi komoditas minyak kedelai.
Plenish diharapkan menerima persetujuan regulator AS akhir tahun ini, menjalani uji minyak dan uji coba lapangan pada tahun 2011, dan akhirnya dikomersialisasikan pada tahun 2012. "Perbaikan kualitas minyak tersebut hanya merupakan separuh dari tantangan. Kita juga harus mengembangkan varietas oleat tinggi yang menghasilkan sama seperti  kedelai konvensional sehingga para pengusaha akan berkeinginan menanam mereka,"  ujar ilmuwan peneliti Susan Knowlton. "Kami sangat senang dengan apa yang telah kita lihat sejauh ini bagi kualitas dan hasil minyak dalam uji lapangan."
Minyak Sawit vs Minyak Kedelai
Indonesia Voice.com menyebutkan persaingan perdagangan minyak sawit dengan minyak kedelai benar-benar menjadi tidak sederhana. Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia yang memproduksi minyak sawit harus bersaing dengan Eropa yang
memproduksi minyak kedelai untuk merebut pasar yang sama, yaitu pasar minyak nabati. Tentunya pada segmen pasar yang sama. Pada masa yang akan daang produksi minyak nabati CPO dari Indonesia dan Malaysia mampu menguasai 25 persen pangsa pasar
minyak nabati dunia.
Hal ini sangat mengkhatirkan Eropa. Uni Eropa berusaha untuk menyelamatkan minyak kedelai yang semakin lama semakin tergerus dengan produk minyak sawit. Apalagi diketahui bahwa minyak sawit terdapat unsur bahan transgenik yang belum dapat dipertanggungjawabkan keamanannya. Selain itu untuk memproduksi suatu volume yang sama minyak kedelai membutuhkan lahan yang luas. Eropa dan Amerika tidak cocok untuk menanam sawit. Sehingga minyak nabati AS dan Eropa mengandalkan minyak kedelai dan minyak sayur lainnya yang menjadi produk andalan petani Eropa dan Amerika. Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun. Kondisi seperti ini ada di Asia Teneggara.
Banyak alasan mengapa minyak sawit lebih layak menggantikan minyak kedelai dan minyak sayur lainnya. Tanaman kedelai adalah adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti minyak
nabati, kecap, tahu, dan tempe. Tanaman sejenis ini tidak produktif untuk memproduksi oksigen, sedangkan kepala sawit sangat rakus menhisap karbon dan memproduksi oksigen. Sehingga untuk mendapatkan minyak kedelai tidak seekonomi minyak sawit.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kelapa sawit tumbuh lebih baik di Malaysia dan Indonesia akibat pasokan sinar matahari yang relatif lebih banyak.
Ongkos produksi minyak sawit yang lebih rendah mengakibatkan minyak kedelai tidak mampu bersaing. Secara kualitas minyak sawit lebih unggul dari minyak kedelai. Kandungan Trans Fatty Acid (TFA) yang berbahaya bagi kesehatan yang ditemukan diminyak kedelai telah mendorong konsumen beralih ke minyak sawit yang bebas TFA. Harga yang lebih mahal dan keamanan yang belum dapat dipertanggungjawabkan pada minyak kedelai inilah yang menyebabkan pasar lebih tertarik untuk membeli minyak
sawit yang berasal dari Indonesia dan Malaysia. Tidak dapat dihindari, dominasi minyak kedelai akhirnya tergeser oleh minyak sawit. Pada tahun 2004 produksi dan konsumsi minyak sawit melampaui volume minyak kedelai, 2 tahun lebih cepat dari perkiraan
semula.
Dari hasil penelitian menyebutkan bahwa minyak sayur dari CPO terbukti tidak membahayakan kesehatan. Tanaman kelapa sawit dijamin tidak merusak lingkungan. Kampanye negative Uni Eropa tidaklah tulus untuk memerangi pemanasan global tetapi
justru jahat dan akan memicu penanaman pertanian kedelai yang tidak memiliki kemampuan menghasilkan oksigen, dan justru menghabiskan lahan hutan. Â Indones penghasil minyak nabati terbesar di dunia, dengan proyeksi produksi minimal 17 juta ton per tahun. Sawit memiliki potensi ekonomi yang besar bagi Indonesia.Â
Mana yang akan anda pilih? Semuanya berpulang kepada anda sebagai konsumen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H