Mohon tunggu...
Muhammad Dadang Kurnia
Muhammad Dadang Kurnia Mohon Tunggu... Freelancer - Digital Nomad & Marketer

A Digital Nomad who passionate in Marketing and Writing.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Hari Pertama Bekerja di Singapura, Culture Shock Banget!

27 November 2019   17:00 Diperbarui: 27 November 2019   17:45 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sok ngeliat petunjuk, padahal sama sekali ga paham area nya!! | dokpri

Begitu bertemu dengan Si Jack di arrival gate harbourfront, kami langsung turun kebawah menuju stasiun kereta api dan melanjutkan perjalanan ke Kallang Station, hostel tempat kami menginap selama di Singapore.

Begitu sampai di hostel yang ternyata merupakan tempat menginap para backpacker tersebut, gue sedikit kaget karna kami tidur sekamar 6 orang, dengan kasur bertingkat, dan ada kemungkinan akan bergabung dengan backpacker lain yang bukan merupakan bagian dari tim kerja kami.

Tapi setelah gue tanyakan detailnya kepada Jack, ternyata penghuni kamar tersebut hanyalah 6 orang dari tim kita. Selang 15 menit, gue dan Jack langsung melanjutkan perjalanan menuju kantor kami di daerah Redhill atau Bukit Merah, kami menggunakan MRT disana dengan perjalanan kira-kira 20 menit.

Sok ngeliat petunjuk, padahal sama sekali ga paham area nya!! | dokpri
Sok ngeliat petunjuk, padahal sama sekali ga paham area nya!! | dokpri
Begitu sampai di Redhill Station, kami lanjut jalan kaki sekitar 500 meter kekantor. Sesampainya dikantor yang terletak di lantai 6 tersebut, gue langsung dikenalkan dengan tim kerja satu persatu serta 2 orang mentor yaitu Marco yang keturunan Eropa serta Rene yang berasal dari Filipina.

Sementara 6 orang yang ada didalam tim itu adalah Gue, Jack, Cherry, Richie, Herry, dan Dennis. Latar belakang mereka bermacam mulai dari fresh graduate dari kampus di Singapore, Dosen di Kampus UIB Batam, serta juga ada yang memiliki pengalaman bekerja sebelumnya sebagai koki dan juga sales di Jakarta.

Sementara gue, yang merupakan fresh graduate, baru 3 bulan wisuda dari kampus di Riau, yang belum terlalu dikenal di Indonesia, ditambah lagi nggak adanya pengalaman bekerja semasa kuliah dan termasuk apatis untuk berorganisasi, menjadi sangat kaku dihari pertama kali bekerja ini. Bagaimana tidak, sekali diterima bekerja dikantor, gue langsung dikirim ke Singapore yang terkenal perfeksionis dan ngomong sehari-hari dengan full English.

Foto di hari pertama bekerja, not bad laah, cuma agak sedikit hideung. | dokpri
Foto di hari pertama bekerja, not bad laah, cuma agak sedikit hideung. | dokpri
Jadilah gue seorang yang sangat pendiam dan misterius, bahkan ketika disuruh presentasi tentang product knowledge saja, gue memilih untuk diam, padahal itu presentasi lho!! Gue diam selama hampir 1 menit, dengan sedikit ngomong eehh, eehhh, dan untung aja nggak terkencing di celana, huft. 

Di tengah kediaman itu, dan keheranan teman-teman gue, salah seorang audience bernama Mustaqim asal Malaysia yang melihat presentasi itu, langsung berkata, "Cakap bahase ajelah, saye rase awaktu tak terlalu paham cakap English", dan gue tetap saja terdiam, macam pintu yang tidak akan bergerak kalau tak digerakkan.

Hari pertama di Singapore dan langsung masuk kerja ini memberikan shock culture level sangat parah buat gue. Pukul 6.30 sore kami keluar dari kantor, gue berjalan dengan muka yang sangat kusam dan muram. Setelah berunding, kami memutuskan untuk tidak langsung pulang ke hostel, kami memilih untuk jalan-jalan dahulu menuju Chinatown untuk mencari makan malam dengan harga miring.

Pukul 6.40 pm, kami sudah hampir tiba di Chinatown dengan berjalanan melewati depan-depan pertokoan disekitar sana. Gue sedikit terkaget, di jam segini kok masih ada matahari ya, dan baru ngeh kalo di Singapore waktunya 1 jam lebih cepat dari Jakarta. Menit berganti menit hingga pukul 07.00 pm, gue melihat sunset pertama diluar negeri, sunset yang sangat indah bagi gue, sayang gue nggak mengabadikan moment tersebut.

Sesampainya di Chinatown, kami langsung berpencar mencari makanan sesuai selera. Beruntung gue memiliki teman dengan toleransi yang tinggi, karna selain terkenal dengan murahnya, di Chinatown ini juga banyak terdapat makanan vegetarian yang otomatis itu tidak dicampurkan dengan daging, karna gue pribadi agak risau kalau makan daging di daerah sini, takutnya ada daging pork yang nyelip, kan agama gue ngelarang bro hehe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun