Air putih disuguhkan, termos air panas dengan beberapa sachet kopi juga disediakan. Jalan menanjak membuat lelah sangat terasa. Mengusir lelah dengan segelas air yang dituangkan dari teko berwarna silver. Satu gelas rasanya tak cukup, gelas kembali diisi, kemudian diteguk kembali.
Setelah lelah berkurang, pembicaraan dimulai. Saya membuka perbincangan. Menanyakan kabar Deri kepada ibunya, kemudian saya menanyakan mengapa satu pekan ini deri tak datang ke sekolah.
Ibu Deri menarik nafas panjang, sepertinya supaya tenang ketika menceritakan sebab Deri tak mau datang ke sekolah.
Dengan bahasa Sunda ibu menceritakan mengapa anak pertamanya tak mau pergi ke sekolah. Deri ingin dibelikan HP baru, bapak belum punya uang untuk membelikannya.
Kali ini kami yang menarik nafas panjang. Merasa bersalah, tak bisa memahamkan kepada Deri bahwa betapa pentingnya sekolah untuk masa depannya. Tak bisa meyakinkan bahwa ilmu yang didapat dari bersekolah akan membuatnya hidup lebih baik.
Deri datang menghampiri kami. Menyalami, dan mencium tangan guru-gurunya. Deri mengambil posisi duduk di dekat kami. Saya mengelus kepalanya, sambil membujuk ia untuk kembali sekolah. Deri diam, tak ada sepatah katapun yang terucap. Saya kembali membujuknya, meminta ia besok kembali masuk ke sekolah. Deri masih saja terdiam.
Tak lama kelapa muda disuguhkan plus gula aren di wadah piring yang sudah dipecahkan dari gumpalannya. Air kelapa segar dengan kelapa mudanya, dicampur gula aren, kemudian diaduk hingga gulanya larut. Air kelapa berubah warna, menjadi kecoklatan.
"Seruput.... " Nikmat sekali rasanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H