Siang ini terasa amat terik. Cuaca yang memaksa kami untuk segera masuk ke dalam rumah dinas. Cuaca ekstrim, kemarin hujan sepanjang hari, hari ini panas sepanjang hari.
Di rumah dinas Ka Marinudin telah menghidangkan nasi hangat yang memanjang di atas daun pisang. Asap masih mengepul dari atas nasi yang baru saja masak. Setelah ikan asin, sambal dan lalab sudah di letakan dekat nasi yang masih panas, kami berdoa untuk mulai makan bersama.
Rutinitas harian yang sudah jadi tradisi guru-guru di Satap Cigaclung. Makan siang bersama setelah sholat berjamaah dengan para siswa di mesjid milik masyarakat di dekat sekolah.
Salah satu dari siswa kami tak kunjung ke sekolah. Sudah satu pekan tak ada kabar berita. Hari ini kami berencana untuk berkunjung ke rumahnya. Menanyai mengapa dirinya tak hadir di kelas.
Usai makan siang kami bersiap. Saya bersama 3 rekan guru akan berkunjung ke rumah Deri. Deri adalah siswa kelas 8. Sebenarnya ia anak yang rajin bersekolah. Selalu riang, dan senyum tak pernah lepas dari bibirnya ketika ia berjumpa dengan kami gurunya.
Jarak antara sekolah dengan kediaman Deri tak jauh. Hanya butuh 20 menit saja berjalan kaki. Jalannya pun tak sulit, karena telh di semen, meski tak lebar.
Ada dua tanjakan tajam yang harus dilewati. Bagi yang jarang berolahraga akan terasa lelah melewatinya. Saya termasuk yang jarang berolahraga, hingga nafas harus diatur dengan baik. Berhenti melangkah untuk menarik nafas yang lebih panjang jelang sampai di ujung tanjakan. Â
Ada beberapa rumah saat kami melewati tanjakan pertama. Rumah panggung dengan dinding bilik bambu. Beberapa ibu-ibu menyapa, menawari kami mampir.
Hampir 14 tahun saya berada ditengah-tengah masyarakat Cigaclung. Waktu sepanjang itu hingga saya sudah tak asing lagi bagi mereka. Hampir semua warga sudah mengenal saya.
Setelah melewati dua tanjakan, kami sampai di rumah Deri. Rumah yang sederhana dan nyaman. Rumah panggung dengan dinding bilik bambu. Begitu pula balainya, terbuat dari bambu.
Salam yang saya lontarkan, langsung dijawab oleh tuan rumah. Ibu Deri membuka pintu. Menyambut kami, lalu menyilahkan kami duduk di beranda bambu depan rumahnya. Istilah di kampung itu adalah sosompang.