Perlu kita ketahui bersama perkampungan warga Indonesia di tengah kawasan hutan negara Malaysia bukan hanya sekedar tempat tinggal para pekerja TKI ilegal beserta keluarga mereka saja, akan tetapi juga dijadikan bisnis para mafia perdagangan manusia atau TKI ilegal yang ingin mencari peruntungan di negara jiran tersebut.
Pemerintah harus cepat dan sigap menangangi permasalahan ini, bukan serta merta hanya berharap penyelesaian dari pihak-pihak yang memberi lapaoran asal Bapak senang saja, lebih dari itu ini masalah Kemanusiaan dan HAM, menyangkut nasib para warga negara Indonesia yang kurang beruntung mencari pekerjaan di negara jiran tersebut.
Para TKI ilega yang ingin mencari peruntungam pekerjaan di negara jiran Malaysia malah kena peras dan tipu, ibarat pepatah, sudah jatuh malah tertimpa tangga, tersiram cat lagi.
Modus operandinya biasanya, para cukong menampung para TKI ilegal asal Indonesia yang diturunkan dari kapal di tepi lautan kawasan semenanjung Malaysia, para cukong menampung mereka dan membawa para TKI ilegal ini keperkampungan di tengah hutan, sebelum para TKI dijemput para agen TKI yang akan mencarikan pekerjaan kepada para TKI ilegal tersebut, tentunya para cukong ini akan meminta bayaran dengan paksa, begitu juga sebaliknya para komplotan cukong ini juga menampung para TKI ilegal yang hendak pulang ke Indonesia.
Berhubung kedatangan mereka ilegal dengan rata-rata hanya menggunakan Paspor berkunjung tanpa visa kerja tentu mereka pulang takut dari jalur resmi, disinila para cukong bekerja sama agen akan memfasilitasi kepulangan mereka dengan mengumpulkan para TKI ilegal ini di perkampungan ditengah hutan tersebut menunggu keadaan dan situasi aman, serta menunggu adanya kapal yang merapat, dan membawah para TKI ilegal ini pulang ke Indonesia tentunya dengan biaya yang dipaksakan.
Hal ini sangat membahayakan dan beresiko bagi para TKI ilegal tersebut karena harus berjuang dengan ombak selat Malaka ke tepian pantai di pulau Sumatera dengan menggunakan kapal-kapal yang belum terjamin keselamatannya, dan hal ini sudah bertahun-bertahun terjadi.
sering kita dengar banyak korban TKI ilegal karena kecelakan transportasi kapal yang mereka tumpangi, dan banyak juga permasalahan lainnya yang tidak terekspos antara lain korban pemerasan dan penipuan dengan kekerasan para cukong-cukong yang sebagian besar warga Indonesia juga, sebab para korban rata-rata TKI ilegal hampir dipastikan mereka diam dan tidak melapor kepihak-pihak yang berwajib, mereka pasti tidak ingin masalah mereka akan menimbulkan masalah baru bagi mereka yang sudah jelas berstatus TKI ilegal.
Seperti yang sudah kita dengar bersama beritanya, perkampungan WNI ilegal berada di Nilai Spring, Negeri Sembilan, lokasi tersebut digrebek oleh petugas imigrasi Negeri Sembilan pada sebuah operasi yang digelar pada 1 Februari 2023.
Direktur Jenderal Departemen Imigrasi Malaysia (JIM) Datuk Seri Khairul Dzaimee Daud berkata, warga Indonesia yang berada di perkampungan ditengah hutan tersebut diyakini tidak berniat kembali ke negara asalnya, melainkan ingin tetap tinggal di Malaysia tanpa dokumen yang sah.
Sebagaimana diberitakan dari World of Buzz, berdasarkan pemeriksaan, permukiman yang dibangun di dalam hutan, di atas tanah tidak rata dan di daerah rawa itu diketahui sudah ada sejak lama.
Perkampungan tersebut bahkan sudah dilengkapi dengan genset dan memiliki sekolah darurat yang menggunakan silabus pembelajaran dari negara Indonesia.
Dalam operasi tersebut, ada 68 WNI yang diperiksa dan 67 di antaranya kemudian ditahan karena berbagai pelanggaran, termasuk tidak memiliki dokumen identitas yang sah dan overstay, warga Indonesia yang ditahan itu berusia antara dua bulan hingga 72 tahun.
Selang beberapa hari, perkampungan warga Indonesia di Malaysia tersebut dilaporkan telah dihancurkan untuk mencegah warga asing kembali ke sana.
Sementara itu, beberapa pengguna Twitter lainnya berbagi pengalaman mereka menemukan pemukiman ilegal lain, seperti di Penang dan Klang.
Pihak KBRI Kuala Lumpur telah berkomunikasi dengan para WNI tersebut. Mereka rencananya akan dipulangkan ke Indonesia.
Juru bicara KBRI Kuala Lumpur Yoshi Iskandar menjelaskan bahwa pemukiman itu sudah ada sebelum tahun ini.
"Info yang kami terima sudah 2 tahun kemungkinan," ujarnya kepada, KBRI lantas meminta agar masalah ini bisa diselesaikan secara kemanusiaan.
"Kita minta diperhatikan dari sisi kemanusiaan Dan HAM-nya serta diperlakukan dengan baik. KBRI telah bertemu dengan ke 67 WNI yang ditahan dan memperoleh akses kekonsuleran. Untuk selanjutnya permasalahan ini juga tengah dibahas dengan Pusat bagi penyelesaiannya dan upaya proses pemulangannya,"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H