Mohon tunggu...
Dadan Andana
Dadan Andana Mohon Tunggu... Guru - Pendidik di SMPN 1 Tanjungmedar

Penikmat sastra, politik, pendidikan, dan ekonomi Islam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gerakan Sekolah Menulis Buku (GSM) Menakar Pengajar dan Pembelajar

8 September 2021   06:36 Diperbarui: 8 September 2021   06:41 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Salam sehat guru hebat guru bermartabat.

TAK jarang saya temukan di setiap sekolah yang terkunjungi prinsip sebagaian guru _"Saya mah cukup mengajar saja. Sekolah kami kesulitan mengarahkan siswa menulis." 

Ada juga yang mengeluh dengan kondisi dan menganggap sepele kemampuan anak didiknya sendiri dalam mewujufkan karya. Ada pula sekolah yang hanya berorientasi pada Arkas yang sudah berlalu diputuskan. 

Inti persoalannya, kita masih memerlukan banyak sahabat yang mempunyai dan berani bertindak dari _oldmind_ ke _newmind._ Bila perlu sedikit nekad dan gila (gali ilmu langsung amalkan).

Lain soal ketika GSMB diterima oleh para stakeholder pendidikan yang berprinsip siap menjadi pembelajar, penggerak, dan pengkarya. Semua alasan _the oldmind_ tak tergambar sedikit pun. 

Yang ada hanyalah kesiapan menghadapi tantangan sekaligus kesungguhan memungut peluang keberhasilan mewujudkan karya siswa, guru, dan semua warga sekolah.

Di sisi lain, kita tak bisa tertolak dari kemajuan teknologi digital. Kita menjadi sangat keranjingan bergawai. Satu sisi itu tuntutan, sisi lainnya sudah menjadi candu. Banyak grup medsos yang kita ikuti. 

Dari mulai yang sifatnya club hobby, klub karya, klub bisnis, hingga klub khusus kewanitaan. Tanpa kita sadari telah menunjukkan perubahan struktur otak sekaligus pola pikirnya. Jika sudah terbiasa menulis sehari tanpa gawai seperti Dilan kehilangan Milea.

Kindisi-kondisi semacam ini bukan tidak diapresiasi oleh para pengambil kebijakan. Ada banyak garapan mengantisipasi perubahan _mindset, toolset, skillset,_ bahkan _heartset_ dengan hadirnya beragam medsos. 

Dengan kata lain, digitalisasi pendidikan mau tidak mau mengubah institusi pendidikan bukan hanya sebatas pengembang ilmu pengetahuan dan kebudayaan bahkan sudah menjadi sarana mobilitas sosial, tempat pemenuhan kewajiban ekonomi politik, sarana pemenuh persyaratan memasuki peluang baru (misalnya dengan tuntutan sekolah harus memiliki studio digital).

Endgamenya, pendidikan kini tidak mudah dipahami arasnya. Bisa menjadi sangat formalistis dan berbasis instruksi, pendidikan menjadi wadah mewariskan nilai-nilai ideologi (sekolah didirikann oleh ormas dan orprof), agama tertentu atau pandangan tertentu (Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis, NU, dll). Ujung-ujungnya pendidikan sangat dipengaruhi oleh kompromi-kompromi konflik dan negosiasi politik.
Lalu dimana posisi dan peran konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Sistem Pemataan Mutu Internal (SPMI), dan _Education Sustainalbe Development (ESD)?_ Hal ini dicoba diurai sentuh dengan tiga kerangka program literasi masional: _digital society, digital economy, digital government._ 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun