Mohon tunggu...
Nia Samsihono
Nia Samsihono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Biodata: Dad Murniah dengan nama pena penulis Nia Samsihono.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bahurekso Gadungan

8 Juni 2023   06:32 Diperbarui: 8 Juni 2023   06:43 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bahurekso memang santri

Bahurekso bukan priayi

Bahurekso lembah manah hadapi pribumi

Bahurekso jadi banteng ketaton melawan kompeni

-----

Bahurekso jago kampung

Selalu menang bertarung

Kokoh dalam pendirian

Cerdik dalam bertanding

-----

Sultan Agung terpukau melihat telaga

Sultan Agung menjaga wibawa

Sultan Agung tak dapat murka

Pada Bahurekso satria pantai utara

-----

"Anak pungut saya, Kakang.

Dia gemintang yang sangat kusayang

Dia berdarah ratu bagiku

Perempuan berani datangi lelaki

Saya bangga mendidik dia menjadi Wanita

Yang telah membuat saya tergelinjang bahagia."

-----

"KANJENG! Kanjeng!"

Pembayun lari mendekati Bahurekso

"Antarkan saya ke Natasha ya Kanjeng

Kemudian ke Gramedia

Lalu nanti ajari saya menjadi wanita

Kali ini di Hotel Muria saja

Ya, Kanjeng

Sebelumnya kita makan sate di Sriwijaya

Biar Kanjeng sekuat banteng

Saat mengajariku menjadi wanita"

-----

Ah, Pembayun

Lututku menjadi gemetar

Hati ikhlasmu secara tulus menerima aku

Orang pidak pedarakan ini sebagai bapak angkat

Yang telah ajari kamu nikmatnya menjadi Wanita

"Bukan itu, Kanjeng. Saya selalu memandang Kanjeng

dengan penuh kepercayaan"

-----

Pembayun telah menjadi gadis remaja

Badannya tinggi semampai. Cantik

Tubuhnya menggelinjang saat kuajari jadi Wanita

Dan dia percaya padaku tanpa bertanya

Dan dia selalu patuh padaku waktu kudusta

Beberapa kali dilamar lelaki

Tapi ia menolak

-----

Aku pura-pura membujuk

Agar Pembayun menerima lamaran laki-laki

Tetapi Pembayun selalu menggeleng

Pembayun bilang, bahwa dia ingin memilikiku sebagai suami

Karena dia suka ketuaanku atau karena dia suka kubohongi

Karena dia suka saat aku mendesah meremas-remas bawah perutnya

Karena dia suka saat aku menggelepar kelelahan di atas tubuhnya

Dan dia menyebutku pahlawan

Dia ingin melahirkan keturunan pahlawan pula

Bahurekso sendiri tidak mengerti

Apakah sebenarnya yang dicita-citakan anakangkatnya itu

-----

Pembayun tertawa berderai

Dia geli mendengar suara Bahurekso

Saat Bahurekso terkapar tanpa daya dan berkata

"Saya sudah jadi ela-elo. Bingung."

Pembayun masih tertawa

Bahurekso berkata dan selalu berkata

"Apakah kamu juga ela-elo, Pembayun.

Mengapa kamu selalu bingung dan menolak

Setiap lamaran dari laki-laki yang ingin menikahimu?"

Pembayun tertawa dan tertawa

Pembayun ingin kawin dan punya anak

Anak-anak yang dapat dibanggakan

Suami yang gagah perkasa, berani berjiwa pahlawan

-----

Bahurekso yang ini telah menjadi ayah angkatnya

Bajingan si pembual pengganti orang tua

Ayah angkat yang selalu memangku Pembayun

Dan kainnya basah di kelam senja

Karena tubuh Pembayun Sintal

Karena payudara Pembayun kenyal

"Ini kuajari kau jadi wanita!"

-----

Siapa pun akan tergiur

Bagai Bahurekso gadungan

Yang ditawari kesempatan

Membuat siapa pun menyuruk di selakangannya

"Mengapa saya harus marah? Bukankah kamu

Secara tulus telah menganggap aku sebagai pengganti orang tuamu?

Orang tua yang telah mengajarimu menjadi Wanita

Yang selalu mengajarimu cara mengelus sederhana."

Ah, ah Bahurekso selalu berkata dan berkata

"Biarlah orang melihat luarnya. Hubungan kita fana"

-----

Pembayun menundukkan kepala

Wajahnya merah tersipu

Sia-sia saja Bahurekso menunggu jawaban

Yang kemudian yang muncul hanya tawa

-----

Sayang, Bahurekso tidak segera menangkap artinya

Lelaki gagah perkasa itu ternyata kurang peka

Atau mungkin telah merangkak tua

Tidak mampu menyelami hati anak angkatnya

Saat Pembayun menenggelamkan wajahnya di dada Bahurekso

Dia benar-benar menunjukkan kasih sayang

Padahal Pembayun sendiri gemetar

Getaran tubuhnya bukan lagi getaran kerinduan

Seorang anak kepada orang tua

-----

Bahurekso menikmati

Bahurekso tenggelam dalam nafsu

Bahurekso Bagai banteng ketaton

Mengunyah daging mentah di hadapannya

Tanpa memikirkan martabatnya

Tanpa memikirkan janjinya

Tanpa memikirkan akibatnya

-----

Di luar kadipaten, malam terus merayap

Sementara di Kaliwungu

Ada yang termenung di pendapa

Yang selalu teringat kata-kata

Karena yang dipegang adalah kata

"Tubuh dan jiwaku hanya untukmu, Dinda"

-----

Dan kehampaan tak dapat terusir dalam smalam

Gerimis menderai di halaman

Pantaskah rindu itu untuknya

Pantaskah hidup itu untuknya

Pantaskah cinta itu untuknya

-----

Nia Samsihono

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun