Mohon tunggu...
Anton Da Karola
Anton Da Karola Mohon Tunggu... Freelancer - | tukang foto | tukang kliping

Citizen journalist from South Sumatera.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Buku Pertama di Akhir Media Massa

16 Desember 2020   13:34 Diperbarui: 16 Desember 2020   13:42 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku bergabung dengan Pelatihan Menulis Online (PMO), kebetulan ini batch 1, beberapa orang kukenali di grup Whatsapp ini. Aku yakin, bisa mengikuti pelatihan menulis dengan mudah. Bukankah aku sering mengaku jurnalis?

Oh, ya, Senin dan Selasa awal bulan kemarin diminta mengisi materi jurnalistik untuk anak-anak sekolah menengah di Sekolah Alam Palembang. Tak kusangka, di balik wajah lugu mereka, sudah pandai menulis jurnal. Dibandingkan anak-anak sekolah umum yang kenyang teori, mereka lebih sering praktik.

Kulihat schedule yang di-posting di grup, mulai dari agenda pelatihan, proses penugasan antologi hingga penerbitan buku dalam tempo sekitar tiga bulan, Hm, bagus, pikirku.

Pertengahan November

Klub PMO memutuskan untuk menulis genre romance-thriller. Baru sadar, aku adalah jurnalis, bukan novelis. Berkali-kali mengikuti agenda Forum Lingkar Pena (FLP). Namun, tak pernah menjadi anggota. Mereka menyukai puisi, aku lebih suka mengolok-olok puisi. Mereka pandai membuat fiksi, aku lebih suka nonfiksi.

Saat salah satu pentolan FLP Sumatera Selatan Umi Laila Sari mengadakan kuis berhadiah buku tentang bagaimanakah seharusnya mengelola akun media sosial pribadinya di platform Facebook dan Instagram. Kujawab seperti agak ngawur tapi teoritis, supaya dia menghapus saja sebagian isi posting-annya yang lebih banyak foto keluarga itu. Sementara, para peserta kuesioner yang lain, betul-betul berharap kebagian hadiah itu. Sampai memelas begitu.

Eh, rupanya malah diganjar hadiah. Entah buku apa? Karena belum juga kubuka hingga kini. Yang pasti, bukan buku Azzura Dayana. Mungkin buku puisi Sapardi Djoko Damono (aku lebih suka melafalkan nama Darmono) yang masih hidup saat hadiah itu tiba di rumah, diantar langsung oleh Elly, suaminya.

Tiga hari menjelang deadline, belum ada ide cerita yang kutulis. Terlintas di kepala pun tidak. Kami diberi batas waktu hanya sepuluh hari untuk menyelesaikan tugas berat ini.

Rasanya ingin copy paste tulisan dari salah satu bab Unconditional Love, novelku di Wattpad. Tinggal diedit sedikit, lalu kirim, selesai.

Kucoba mengingat memori masa lalu tentang cinta monyet. Apakah cerita anak baru gede di SMP yang terang-terangan bilang, "Aku galak samo kau ...." Menarik?

Aku bengong tak bisa ngomong. Padahal dia kan, cantik? Pinter, juara umum. Anak orang kaya pula. Kok, mau sama aku?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun