Mohon tunggu...
Hira Prawira
Hira Prawira Mohon Tunggu... -

Merumput di kilang tinta bersama kuli-kuli tinta yang lain.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Dilema Kekisruhan Transportasi Ibukota

17 April 2016   20:31 Diperbarui: 17 April 2016   20:39 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Layaknya pertarungan sengit antara Batman versus Superman menjadi penggambaran sengitnya pertarungan dua transportasi di ibukota, transportasi online dan transportasi konvensional. Masih belum terlepas dari benak masyarakat ibukota unjuk rasa para supir taksi konvensional dalam menyuarakan aspirasinya berujung tindak anarkisme. Mereka menyuarakan aspirasinya agar transportasi online, dalam hal ini taksi online ditiadakan.

Unjuk rasa yang berujung tindak anarkisme ini berawal dari keresahan para supir taksi konvensional yang ladang rezekinya direbut oleh transportasi online ini. Pelanggan mereka mulai berlalih ke transportasi online yang lebih efisien. Mereka tidak terima ladang rezekinya diambil oleh pesaing baru  dalam bidang transportasi umum. Sayangnya akibat hal ini, citra dari taksi konvensional dimata masyarakat menurun dan kepercayaan masyarakat akan transportasi umum konvensional kembali tercoreng.

Masyarakat sendiri sebenarnya sudah cukup jengah dengan banyaknya kasus yang melibatkan trasnporatsi umum, angkot dan taksi. Kasus yang melibatkan transportasi konvensional adalah kasus-kasus kriminal dan kebanyakan terjadi di angkot dan taksi saat malam hari. Tidak mengherankan jika masyarakat mulai tidak mempercayai transportasi konvensional.

Data yang dilansir dari Kompas.com, beberapa kasus kejahatan di dalam angkutan umum cukup banyak menyedot perhatian khalayak publik. Kasus kejahatan yang terjadi mulai dari pelecehan seksual, pemerkosaan bahkan hingga pembunuhan oleh pelaku.

Salah satunya adalah kejadian tragis yang menimpa Livia Pavita Soelitio, seorang mahasiswi univertas swasta di Jakarta Barat, pada Agustus 2011. Korban yang baru saja pulang seusai sidang skripsi itu dibunuh enam "sopir tembak" atau sopir tak resmi angkot M24 jurusan Slipi-Kebon Jeruk. Sebelum dibunuh, korban diperkosa secara bergilir di angkot. Korban juga dibunuh dan jasadnya dibuang di kawasan Tangerang. Pelaku juga mengambil liontin kalung milik korban.

Setahun kemudian, Juli 2012, pelecehan seksual kembali terjadi di dalam angkot. Kali ini, seorang wanita berinisial Is (31) nyaris diperkosa oleh sopir mikrolet C01 jurusan Senen-Ciledug di wilayah Gambir, Jakarta Pusat. Korban yang saat itu melawan pelaku di dalam angkot terlihat oleh seorang anggota Satuan 81 Gultor Antiteror Komando Pasukan Khusus Sersan Dua (Serda), Nicolas Sandi Harewan (24). Nicolas yang sedang berkendara motor dengan tunangannya mendengar teriakan minta tolong dari Is di dalam angkot. Nicolas pun berusaha menyelamatkan korban dengan mengejar angkot tersebut. Terus dikejar hingga wilayah Jakarta Pusat, para pelaku akhirnya menurunkan korban di Jalan Medan Merdeka Utara. Korban akhirnya terselamatkan.

Kasus-kasus tersebut hanya segelintir dari beragam kasus yang terangkat di media terkait kejahatan di angkot ibu kota. Tak heran juga masyarakat kini mulai menghindari angkutan umum demi keamanan mereka. Pola pikir masyarakat seakan mulai terpatri bahwa angkot adalah transportasi yang tidak aman, khususnya untuk kaum hawa. Faktanya, korban dari kasus kriminal yang terjadi di angkot kebanyakan adalah wanita.

Pemerintah sudah bertindak tegas dalam mencegah terjadinya kejahatan dalam angkot agar tidak terulang lagi, seperti melarang penggunaan kaca gelap, melakukan razia terhadap supir tembak, dan memberikan transportasi baru seperti Transjakarta. Namun hal itu tidak serta merta menghilangkan momok menyeramkan angkot di masyarakat. Di Transjakarta pun ditemukan beberapa kasus tindak pelecehan seksual yang kerap terjadi dan lagi-lagi kaum hawa menjadi korbannya.

Disaat “kegalauan” masyarakat akan transportasi umum yang aman dari kejahatan,  transportasi berbasis online hadir memberikan nafas baru untuk masyarakat ibukota. Murah, cepat, efisien dan aman menjadi alasan transportasi online ini diminati masyarakat. Khususnya masayarakat ibukota yang dinamika kesehariannya dituntut serba cepat. Transportasi online mejadi ‘Pahlawan Baru’ untuk mereka yang membutuhkan transportasi yang cepat dan efisien. Secara tidak langsung keberadaan sang ‘Pahlawan Baru’ ini menggeser keberadaan angkot di hati masyarakat ibukota.

Untuk kaum hawa misalnya, beberapa transportasi online memberikan jaminan keamanan untuk kaum hawa. Misalnya saja, di beberapa aplikasi transportasi online ini menyediakan kebebasan untuk memilih pengemudinya. Jika pelanggannya seorang wanita dan khawatir jika pengemudinya adalah pria, dia dapat mencari pengemudi wanita yang setidaknya mengurangi rasa takut akan tindak kejahatan.

Transportasi berbasis online mulai dari ojek online hingga taksi online ini begitu disambut baik oleh masyarakat. Animo masyarakat yang menyambut adanya transportasi online ini perlahan menggeser transporatsi konvensional. Terancam, itulah yang mungkin dirasakan oleh pengemudi transportasi konvensional terhadap keberadaan transportasi online. Mereka terancam karena mereka sebagai ladang rezeki perlahan diambil oleh para pengemudi transportasi online ini.

Namun apakah sang ‘Pahlawan Baru’ ini lepas dari kesalahan? Tentu tidak. Tidak sedikit juga kasus yang melibatkan transportasi online. Mulai dari kasus pelecehan seksual hingga perampokan juga pernah melibatkan transportasi berbasis online ini. Selain itu, status hukum dari transportasi online ini pun juga menjadi permasalahan. Pasalnya perusahaan transportasi online ini bukanlah perusahaan angkutan umum resmi yang masih diperdebatkan di pemerintahan.

Dari sisi pengemudinya, hal yang menyebabkan para supir taksi konvensional meradang dikarenakan pengemudinya adalah mereka yang memiliki mobil pribadi. Pemilik mobil pribadi didentikan sebagai masyarakat yang memiliki ekonomi kelas menengah keatas. Mereka marah karena ladang rezeki mereka direbut oleh orang-orang yang setidaknya berkecukupan.

Pemerintah sebagai pihak netral dan penengah diantara kisruhnya transportasi di ibukota harus segera bertindak tegas agar tidak lagi ada anarkisme lanjutan seperti yang dilakukan oleh para supir taksi konvensional. Pemerintah tidak boleh ‘galau’ dan ‘baper’ dalam mengambil keputusan terkait transportasi online dan pemerintah juga harus bertindak tegas serta cepat dalam menyediakan transportasi umum yang layak dan aman untuk masyarakatnya. Tindak anarkisme yang lalu menjadi bukti kecil bagaimana lambatnya pemerintah menanggapi permasalahan ini. Jika tidak segera ditangani, mungkin saja nantinya akan kembali terjadi anarkisme yang sama. Semoga saja tidak…

 

Hira Prawira (2015111001)

Mahasiswa Jurnalistik, IISIP Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun