Namun apakah sang ‘Pahlawan Baru’ ini lepas dari kesalahan? Tentu tidak. Tidak sedikit juga kasus yang melibatkan transportasi online. Mulai dari kasus pelecehan seksual hingga perampokan juga pernah melibatkan transportasi berbasis online ini. Selain itu, status hukum dari transportasi online ini pun juga menjadi permasalahan. Pasalnya perusahaan transportasi online ini bukanlah perusahaan angkutan umum resmi yang masih diperdebatkan di pemerintahan.
Dari sisi pengemudinya, hal yang menyebabkan para supir taksi konvensional meradang dikarenakan pengemudinya adalah mereka yang memiliki mobil pribadi. Pemilik mobil pribadi didentikan sebagai masyarakat yang memiliki ekonomi kelas menengah keatas. Mereka marah karena ladang rezeki mereka direbut oleh orang-orang yang setidaknya berkecukupan.
Pemerintah sebagai pihak netral dan penengah diantara kisruhnya transportasi di ibukota harus segera bertindak tegas agar tidak lagi ada anarkisme lanjutan seperti yang dilakukan oleh para supir taksi konvensional. Pemerintah tidak boleh ‘galau’ dan ‘baper’ dalam mengambil keputusan terkait transportasi online dan pemerintah juga harus bertindak tegas serta cepat dalam menyediakan transportasi umum yang layak dan aman untuk masyarakatnya. Tindak anarkisme yang lalu menjadi bukti kecil bagaimana lambatnya pemerintah menanggapi permasalahan ini. Jika tidak segera ditangani, mungkin saja nantinya akan kembali terjadi anarkisme yang sama. Semoga saja tidak…
Â
Hira Prawira (2015111001)
Mahasiswa Jurnalistik, IISIP Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H