Mohon tunggu...
d_b
d_b Mohon Tunggu... -

bapak-bapak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengarang Cerpen Itu Gampang?

17 Januari 2019   09:44 Diperbarui: 18 Januari 2019   18:53 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nada suara kelingking itu tak lagi mungil. Ia seperti wanita tua yang terus memberondongku dengan omelannya.

"Coba lihat Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer milikmu itu. Ada berapa halaman di dalamnya? Seribu Tujuh Ratus Empat Puluh Sembilan! Tebak berapa kata ada di dalamnya, kalau satu halaman punya 20 entri saja. Tiga puluh empat ribu sembilan ratus delapan puluh kata! Berapa kata yang kau kenal? Berapa yang kau kuasai benar? Yang kau tahu benar maknanya apa, bagaimana penempatannya yang tepat, atau bagaimana beda yang spesifik dengan kata-kata lain yang tampak seperti padanannya?

Setengahnyakah? Atau hanya sepersepuluhnya?"

Kutekuk tubuh kelingkingku. Curiga, jangan-jangan ada tatto nama Gorys Keraf di buku punggungnya. Rupanya ia tak suka dengan perlakuanku. Merajuk, ia terus menutup. Dan itu akhirnya memancing si jari manis angkat bicara. Didahului dengan sebuah dehem, suaranya agak serak berat saat berkata,

"Ehm... Maaf, aku harus setuju dengan sahabatku yang mungil. Maafkan kekenesannya, tapi ia benar. Menulis cerpen tidaklah segampang yang mungkin kau kira."

Aku menatap si jari manis. Mestinya ia bergelang cincin, tapi entah cincin itu terbang kemana. Pegadaian mungkin. Lucunya ia menyinggung hal itu dalam kalimatnya.

"Aku jari yang sering menjadi tempat orang meletakkan cincin ikatan."

Katanya perlahan.

"Saat kau memandang sebuah cincin tersemat di jari manis seorang wanita, cincin itu memberikan sebuah kesan, dan sekaligus sebuah pesan. Kesan ia sudah terikat, dan pesan kau jangan coba mengganggunya."

"Begitupula dengan sebuah cerpen, ia harus memberikan kesan dan pesan. Dan untuk bisa mengungkapkan itu, penulis cerpen mau tak mau harus menguasai hal dasar yang dikatakan kelingking tadi."

Aku tertegun mendengar nada suara jari manis yang terkesan begitu dewasa. Lebih enak menerimanya dibanding omelan kelingking mungil tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun