Mohon tunggu...
D Asikin
D Asikin Mohon Tunggu... Wiraswasta - hobi menulis

menulis sejak usia muda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Harmoko dan Haji Akbar

14 Juni 2022   10:32 Diperbarui: 14 Juni 2022   10:54 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tahun 1994, saya dan istri (almarhumah Hajjah Ai  Rukmini) melaksanakan ibadah haji ke Baitullah. Kebetulan yang jadi Amirul Hajj tahun itu pak Harmoko Menteri Penerangan. Mantan Ketua PWI yang mengaku darah dagingnya tetap wartawan meski sudah jadi menteri.

Belakangan saya baru tahu bahwa tahun itu berangkat pula naik haji Jendral Hugeng Imam Santoso mantan Kapolri (1968 - 1971). Polisi kerempeng itu naik haji setelah 23 tahun pensiun. Katanya menggunakan uang hasil celengan dari penjualan lukisan hasil karyanya. Sebelumnya ia menolak ajakan naik haji gratis dari Kapolri yuniornya jenderal Soecipto.

Selain itu ternyata kami bareng juga berangkat dengan Choirun Nasichien. Laki laki paruh baya dari Jombang Jawa Timur, tahun 1992 nekad naik pesawat haji dari bandara Juanda Surabaya. Malangnya dia ketahuan di atas pesawat dan sesampai di Jeddah ia dipulangkan lagi ke Surabaya.  

Kejadian itu menggegerkan sejagat Nusantara. Tapi meski sempat diperiksa Denintel Kodam Brawijaya, ternyata ia mendapat simpati banyak orang. Salah satunya pengusaha H. Kosim yang memberangkatkannya naik haji tahun 1994. Ya bareng saya itu.

Keberuntungan Choirun masih belum habis. Tahun berikutnya, Dahlan Iskan boss Jawa Pos  memberangkatkan lagi dia. Dengan ONH PLUS malah. Jadilah haji negong itu haji haji. Haji dua kali. Gratis lagi. Nekad juga ternyata ada hikmahnya. Tapi bukan untuk ditiru tentu.

Soal pak Harmoko, seperti saya sebut dalam tulisan saya waktu beliau wafat 5 Juli 2021, saya ketemu dan kenal beliau tahun 1976  di hotel Dirga Niaga Cipayung Bogor. Waktu itu saya mengikuti Karya Latihan Wartawan Nasional (KLW) tingkat redaktur. Kerja sama PWI  dengan Deppen.

Waktu itu pak Harmoko masih menjabat Ketua PWI pusat. Menpennya pak Ali Murtopo. Saya dan beberapa orang teman peserta, salah satunya Enoh Herawan (almarhum) dari Pikiran Rakyat Bandung, sempat diajak ngobrol di kamarnya di hotel Dirga Niaga.

Setelah itu beberapa kali bertemu dalam kegiatan organisasi (PWI atau SPS). Misalnya pada Konkerda PWI Jawa Barat tahun 1980 di Pangandaran. Beliau hadir bersama kang Atang Ruswita Pemred Pikiran Rakyat, Mantan ketua PWI Jabar dan salah seorang ketua PWI PUSAT. Waktu itu saya sedang menjabat ketua PWI wilayah Priangan sekaligus ketua panitia Konkerda.

Ketemu lagi di Linggarjati Kuningan dalam rakernas SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar) tahun 1982 setahun sebelum beliau diangkat menjadi Menteri Penerangan.

Kesan saya kepada pria kelahiran Nganjuk itu trengginas, ulet ramah dan daya ingatnya tinggi.

Tentang daya ingat itu saya membuktikannya. Waktu ketemu di maktab kami di Azijiyah 3 km dari masjid Haram, beliau masih ingat saya. Padahal tidak ketemu  sekitar 12 tahun.  Begitu kami berjumpa habis magrib itu beliau tersenyum menyapa dan cipika-cipiki. Lalu bilang dihadapan jemaah lain dimaktab itu :

"Ini teman saya wartawan dari Bandung".

Sejak itu kami tak jumpa lagi sampai dikabarkan beliau wafat tanggal 5 Juli 2021.

Semoga beliau wafat dalam keadaan Husnul khatimah. Di tempatkan di janatun Naim, surga yang sejuk yang mengalir sungai sungai di bawahnya. Holidiina fihaa abada, kekal selamanya.

Aamiin yra.

Satu hal lagi catatan dari perjalanan haji ini yang saya tak bisa lupakan. Tahun 1994 itu dinyatakan sebagai haji Akbar. Pernyataan itu disampaikan raja Fahd, 2 hari menjelang pelaksanaan wukuf di Arafah.

Akibatnya jumlah jemaah bertambah banyak. Banyak jema'ah dadakan yang datang dari berbagai negara sekitar Saudi Arabia. Dari Mesir Yaman, Dubai, Yordan dan lain-lain. Juga dari kota kota lain di Saudi. Bahkan juga dari gunung gunung di sekitar Mekkah.

Maka, Arafah, Muzdalifah dan Mina menjadi penuh sesak. Saya melihat orang orang tidur bergeletakan di pinggir. Katanya jumlah jemaah tahun itu mencapai sekitar 5 juta orang. Dua kali lipat dari biasanya.

Sebagai rasa sukur ditetapkannya sebagai tahun akbar, saya dengan teman teman satu regu sepakat menambah kata Akbar di belakang nama masing masing. Saya jadi Dedi Asikin Akbar, yang lain menjadi Edi Supriadi Akbar, Zainal Abidin Akbar dan Didiet Aditya Akbar.

Didiet itu putra Tubagus H. Mohammad Dasep, ketua Pemuda Pancasila Jawa Barat. Didiet masih lajang, usianya baru  16 tahun. Karena itu, Tubagus menitipkan anaknya ke saya. Maka sejak berangkat, selama di sana sampai pulang,  tuh bocah tak pernah jauh. Ngintil terus.

Subhanallah wa bihamdik

Selamat menunaikan ibadah kepada para JCH tahun ini yang sudah mulai berangkat. Semoga mabrur.

Aamiin yra.- *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun