Sebenarnya aku agak malas menulis tentang beginian, lebih suka tentang begituan (#eh). Tapi berhubung teman aku curhat, jadi tergerak untuk membagi curhatannya di sini. Sebelumnya aku beri nama samaran untuk teman aku ini. Mari panggil dia dengan nama Samaran. (lah?!). Baiklah sebut saja namanya Melati.
Anaknya Melati, sebelumnya secara rutin dapat KJP (Kartu Jakarta Pintar). Dengan masih mengontrak di rumah petakan, bekerja dengan gaji UMR dan suami yang berprofesi sebagai pengendara ojek daring (online), tentu KJP ini sangat membantu. Biasanya KJP itu cair di bulan Desember. Nah kemarin ditunggu-tunggu sampai awal Februari belum juga ada kabar. Secara sekarang jadi KJP+, tentu harapannya bakalan dapat lebih.
Dan tanggal 5 Februari dapat brosur KJP+, wah teman aku senang lah ya, semua kategorinya naik santunannya. Ya namanya juga KJP+ kudu harus plus plus plus dong. Terus juga ada santunan untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Pendataan ulang ini, seperti layaknya di SPBU, "mulai dari nol ya". Jadi bikin lagi surat keterangan miskin yang disahkan kelurahan, terus foto-foto lagi rumahnya, terus nanti disurvei lagi oleh petugas. Dan tentu harus mengisi formulir. Silahkan baca syarat lengkapnya di sini.Â
Plus selanjutnya, yang menerima KJP+, biaya sewa kontrakannya harus di bawah Rp. 500.000,- per bulan. Masalahnya, untuk di Jakarta, kontrakan rumah petak seharga segitu sudah susah dicari. Rata-rata kontrakan di Jakarta sekarang Rp. 700.000,- per bulan, kecuali kos-kosan masih banyak yang harga Rp. 500.000,-. Namun bila sudah berkeluarga, ya nggak mungkin sewa kos.
Contohnya di daerah Cipinang atau Pondok Bambu, kemarin teman kantor dapatnya yang paling murah Rp. 700.000,- Atau silahkan coba cek di OLX. Tapi mungkin juga kalau yang harga di bawah Rp. 500.000,-, nggak ikutan dipasarkan di OLX atau laman sejenisnya.
Nah si Melati ini, kontrakannya harganya Rp. 800.000,- per bulan. Kemarin malah yang punya kontrakan minta bayaran setahun ke depan, jadinya dia terpaksa kasbon. Berat emang hidup di Jakarta cuy. Kecuali mungkin nanti keluarga Melati bisa diselipin di salah satu lapisan rumah lapis. Yang sampai sekarang dia juga belum dapat info bagaimana cara daftar rumah lapis.
Kalau begitu bagaimana nasib para pengendara ojek, yang sebenarnya juga layak menerima KJP+. Apa terus mereka disuruh alih profesi jadi pengendara becak?! Atau mungkin ada pertimbangan lain?!
Dan juga plusnya lagi, semua dokumen harus diketik komputer dan dicetak sendiri. Kalau dulu diketik dan dicetak sekolah gratis, sekarang kalau mau diketik dan dicetak sekolah, harus bayar Rp. 7.000,- (biaya sudah termasuk map).