Mohon tunggu...
Diah Utami
Diah Utami Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat

Warga dunia biasa yang masih suka hilang timbul semangat menulis dan berceritanya. Berharap bisa menebar sepercik hikmah di ruang maya kompasiana. Semoga berkah terlimpah untuk kita, baik yang menulis maupun membaca.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Homestay yang Berkesan

30 Desember 2017   08:31 Diperbarui: 31 Desember 2017   03:12 1412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Setelah acara perpisahan itu kami berpencar untuk kembali ke daerah asal kami masing-masing. Aku kembali naik kapal feri menuju Osaka sebelum dilanjutkan dengan bus kembali ke Gunma. Di atas feri, kembali kami melanjutkan bincang-bincang seru tentang pengalaman kami selama di tempat homestaykami masing-masing dengan beberapa kenalan baru yang kami temui 2 minggu sebelumnya di atas feri yang sama. 

Tapi perbincangan itu tidak lama, karena satu demi satu dari kami 'tumbang' akibat guncangan laut yang bergejolak. Aku sempat memberi suplai obat pereda sakit kepala yang kubawa dari Indonesia untuk seorang kawan (katanya kemudian, sangat membantunya untuk beristirahat). Aku sendiri juga terserang mabuk laut. Gelombang di area laut itu memang mantap mengocok isi perut.

Sampai di Osaka, lagi-lagi aku dan Faried beserta 2 kawan lain janjian untuk jalan-jalan dulu sambil menunggu jadwal keberangkatan bus malam harinya. Kali ini kami mengunjungi sebuah kompleks kuil dan Sea World yang terletak di lokasi yang tidak terlalu berjauhan. Efisiensi waktu dong, walaupun tetap harus capek naik-turun tangga untuk menuju stasiun kereta bawah tanah. 

Untungnya, petunjuk arah dan panduan peta yang kami dapat secara gratis dari pusat informasi turis sangat informatif sehingga memudahkan kami untuk mencari lokasi yang kami tuju. Yang juga memudahkan kami adalah ketersediaan locker penyimpanan barang di stasiun untuk menyimpan travelling bag kami sehingga kami bisa berjalan-jalan sambil melenggang, tanpa perlu direpotkan oleh barang bawaan kami yang sudah bertambah berat dengan oleh-oleh.

Sungguh, pengalaman dua minggu itu sangat kaya manfaat. Selain pemahaman bahasa Jepang yang meningkat pesat (karena mau tak mau, mesti aktif kugunakan selama di sana), adanya transfer budaya juga menumbuhkan saling pengertian di antara kami. 

Komunikasi antarkami masih terjalin hingga aku melanjutkan program trainingku selama di Jepang. Saling telefon dan berkirim surat juga masih kami lakukan. Ketika program training yang kujalani akhirnya selesai, Okaa-san bahkan mengirimiku kue buatannya sendiri beserta youkan (sejenis dodol) sebagai bekal oleh-oleh untuk keluarga di Indonesia. Ah... aku jadi ingat janjiku untuk mengirimi Okaa-san kaset berisi lagu 'Bengawan Solo'. Semoga Okaa-san menikmatinya.

Hingga saat ini, sesekali aku dan Okaa-san masih saling berkomunikasi, melalui aplikasi line di smartphone kami, atau bicara langsung di telfon. Ah... untuk urusan bicara, aku mulai nggak Pe-De nih. Kemampuanku berkomunikasi dalam bahasa Jepang menurun drastis karena jarang digunakan. Jadi suka loadinglama kalau bicara dengan Okaa-san yang masih selalu talkative. 

Tahun baru biasanya jadi momen untuk saling menyampaikan ucapan tahun baru. Hmm... mungkin aku perlu berlatih dulu sebelum menelfon Okaa-san di tahun baru nanti. Yosh... ganbatte!!! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun