Sore itu juga, kukayuh sepedaku dengan girang ke sana. Tanpa banyak bercakap-cakap, segera kulunasi pembayaran kamusku dan kubawa pulang kamus kecil dengan warna favorit yang kuidamkan itu. Kembali ke kamar di asramaku yang nyaman, kubuka paket kamus baruku. Teorinya, aku tinggal memasukkan baterai ke tempat yang tersedia, menekan tombol on, dan aku bisa segera menggunakan kamus itu. Tapi setelah prosedur sederhana itu kulakukan, layar LCD kecilnya tak menunjukkan apapun! Hm... kucoba lagi beberapa kali, akhirnya kubungkus ulang kamus itu, dan kubawa kembali ke Yamada Denki.Â
Toko sudah hampir tutup saat itu, sekitar pukul 7 malam. Kuhampiri salah satu pramuniaga toko, dan kusampaikan masalahku. Tepatnya, aku pura-pura minta diajari cara penggunakan barang baruku itu. Dengan percaya diri, sang pramuniaga memperagakan cara yang benar untuk mengoperasikan benda itu. Katanya," Begini... masukkan baterai, kemudian tombol onditekan, lalu... EH??" dia pun bingung karena tidak terjadi apapun pada benda yang dia pegang saat itu.
Dia ulangi prosedur standar itu, dan tetap saja sebuah "EH" besar mengakiri kalimatnya. Dia kemudian menekan tombol reset, dan tetap ... tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa benda itu siap berfungsi. Dia kemudian menghubungi supervisornya yang terlihat mulai gelisah karena masih ada pelanggan di dalam tokonya dengan permasalahan yang belum tuntas.Â
Aku berusaha menjelaskan kembali permasalahan yang kuhadapi, dengan mencampur bahasa Inggris dan Jepang. Sang supervisor tampaknya sedikit mengerti bahasa Inggris, dan tidak kalah keras berusaha untuk memberi penjelasan yang memuaskan untukku. Luar biasa...Â
"Kami akan menggantinya dengan produk yang serupa, nona." Kira-kira demikianlah menurut sang supervisor. "Tapi saya ingin yang berwarna hijau." Tukasku.Â
"Bisakah saya tinggalkan saja kamus ini di sini, dan saya ambil kembali penggantinya kapan-kapan bila stok sudah tersedia?" lanjutku kemudian.Â
"Harap tunggu. Pekerja kami akan segera kembali untuk mengambil yang baru di toko yang lain." Ujarnya lagi. Dia kemudian menunjukkan sebuah peta dari katalog tokonya, yang menunjukkan lokasi Yamada Denki lainnya. Memang tidak jauh dari lokasi toko yang kudatangi saat itu. Kemudian aku paham dari penjelasannya yang terbata-bata bahwa pekerjanya sedang berlari (!!!) ke toko tersebut untuk mencari kamus elektronik yang kuinginkan. Wah... sungguh sebuah aksi yang tak terduga. Jadi agak tidak enak hati nih karena jadi merepotkan mereka. Padahal toko sudah tutup lho. Saat itu aku adalah customer satu-satunya di sana.Â
Beberapa hari kemudian, aku kembali ke sana untuk mengambil rice cooker yang sudah selesai diperbaiki. Beberapa bagian dalam memang terpaksa diganti, tapi aku tidak perlu membayar bea apapun karena servis tersebut sudah termasuk ke dalam garansi 1 tahun yang mereka berikan. Senangnya...Â
Puas sekali berbelanja di Yamada Denki. Berkali-kali aku kembali ke sana untuk membeli berbagai barang keperluan rumah tangga lainnya. Mulai dari rice cooker, vacuum cleaner portable, hingga karpet listrik yang terpaksa kutinggal di sana (karena faktor tegangan listrik yang berbeda antara Jepang dan Indonesia), Discmanyang kudapat sebagai bonus pembelian laptop, hingga walkman yang dilengkapi perekam yang masih setia menemaniku hingga saat ini. Semuanya menyimpan memori yang tak akan terlupa.Â
Bukan hanya karena benda-benda itu mengingatkan aku pada satu periode kehidupan saat aku berada di negeri orang, tapi lebih kepada kenangan indahnya pelayanan yang mereka berikan. Dedikasi mereka pada pekerjaan, sungguh menjadi servis yang memuaskan bagi pelanggan.