kurangnya kesadaran masyarakat mengenai melestarikan situs bersejarah mengenai makam kuno dan lagi tempat tersebut juga dijadikan para homeless yang tidak bertanggung jawab
Minimnya anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah setempat guna pemeliharaan serta restorasi makam.
Ancaman kerusakan akibat faktor alam seperti hujan lebat, angin kencang ataupun gempa bumi.
Oleh karena itu meskipun ada tantangan upaya untuk melestarikan tetap harus ada karena memiliki peran yang penting agar pada generasi kita selanjutnya dapat melihat tempat bersejarah ini dan melek akan budaya. Upaya-upaya yang bisa dilakukan antara lain:
Dilakukannya pemugaran dan restorasi makam secara berkala oleh pemerintah Kota Surabaya.
mengadakan program mengenai edukasi kepada pelajar dan masyarakat mengenai nilai sejara Makam Sentono Boto Putih terutama pada warga yang berada pada lingkungan sekitar.
Banyak melibatkan komunitas kepedulian terhadap makam dalam hal kegiatan pelestarian dan promosi.
Mengalokasikan dana anggaran khusus untuk menindaklanjuti pemeliharaan makam dalam APBD Kota Surabaya.
Meningkatkan pengawasan serta keamanan di area makam.
Kesimpulan
Sunan Botoputih adalah seorang pangeran dari Blambangan dan putra Pangeran Kedawung yang berperan dalam penyebaran agama Islam sekitar abad ke-15. Ia meninggal dalam usia 70 tahun pada tahun 1638. Ia dimakamkan di kawasan pemakaman yang sekarang menjadi Pasarean Agung Sentono Botoputih. Di situs makam ini tidak hanya terdapat makam Sunan Watu Botoputih tetapi juga keturunannya, para bupati Surabaya, para bangsawan dan bangsawan di Indonesia. Makam itu sendiri merupakan bukti peninggalan sejarah yang banyak ditemukan di berbagai daerah. Makam dimaknai sebagai salah satu aspek subsistem keagamaan dalam totalitas kebudayaan.