Mohon tunggu...
Fransiskus Kurniawan
Fransiskus Kurniawan Mohon Tunggu... wiraswasta -

Cuma seorang anak petani yang hidup dibelantara pegunungan menoreh.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mandiri, Membumi, dan Lestari (Lustrum I Paroki St. Thomas Rasul Bedono)

8 Desember 2013   17:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:10 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kurang lebih, 1500 umat mengikuti Misa Akbar di gereja St. Thomas Rasul Bedono pada Minggu, 24 November 2013 kemarin. Misa yang dipimpin oleh Rm. P. Hartono, Rm. Koko, Rm. Subiyanta, dan Rm. Slamet, Pr tersebut digelar sebagai puncak perayaan dalam rangkaian novena Lustrum pertama berdirinya Paroki St. Thomas Rasul Bedono. Lima tahun merupakan waktu yang sangat muda untuk berdirinya sebuah paguyuban yang bernaung di wilayah Keuskupan Agung Semarang. Dalam lima tahun itu pasti akan banyak terjadi pergulatan dan tantangan. Bagaimanapun itu, semua hal yang terjadi menjadi sebuah pengalaman dan pembelajaran yang mampu menguatkan jati diri. Paroki kecil dengan tiga wilayah; Sadang, Nawangsari dan Bedono membuktikan dirinya dan lahir sebagai sebuah paroki dengan kesatuan yang rukun. Hal itu terwujud dengan misa paroki yang diadakan secara bergilir dimana umat antar wilayah saling bertemu dan bertegur sapa. Sebagaimana kita tahu bahwa perjumpaan itu menjadi sebuah media pemersatu. “srawung” dan “aruh-aruh” merupakan sebuah tanda dimana setiap individu mempunyai kedekatan dan keterikatan. Kekuatan tersebut semakin menyuburkan kehidupan dan spiritualitas dalam hidup menggereja. Perjumpaan-perjumpaan lainnya juga hadir dengan berbagai macam kegiatan seperti “Kemis Legen” (Misa refleksi pada setiap malam Kamis Legi). Lomba Visualisasi kitab suci anak-anak yang diikuti oleh sanggar dan perwakilan wilayah adalah jalan pembelajaran anak untuk mendalami kitab suci dengan cara yang berbeda. Para kaum muda juga turut bergerak dengan misa hari raya kemerdekaan dan misa alam yang digelar di perkebunan karet. Selain itu, para lansia juga turut berbagi syukur dengan misa dan sarasehan.

13864936092040679456
13864936092040679456

Bedono Mandiri, Bedono Membumi, Bedono Lestari.

Semboyan “Bedono, Bedo No!” (Bedono, berbeda ta!) semakin menguatkan kerukunan dan mempertajam semangat perubahan untuk membawa Bedono menjadi gereja yang “berbeda” dan mampu memberi banyak berkat. Gerakan hijau (rumah, gereja, sekolah, asrama dan biara hijau) menjadi salah satu hasil yang dapat dilihat. Di setiap halaman, teras bahkan altar bisa kita jumpai bermacam tanaman sayur dalam polibag. Gerakan ini merupakan wujud keterlibatan umat dalam upaya konservasi alam dan peningkatan ekonomi masyarakat. Gerakan ini akhirnya mampu menjadi virus hijau yang menyebar dan tak hanya diikuti oleh umat katolik semata, namun warga dan masyarakat luas juga turut berupaya menjaga ketahanan pangan. Bedono mampu menunjukkan diri sebagai kampung sayur yang mandiri. Tak hanya tanaman sayur saja, potensi local agriculture seperti kimpul (hingga muncul istilah kimpulisasi), alpukat, manggis, juga diangkat sebagai produk local yang dinilai mampu memperkuat kesejahteraan masyarakat dalam jangka dan skala yang lebih panjang.

13864937261251439118
13864937261251439118
13864941591825194051
13864941591825194051
1386494328832431307
1386494328832431307
Dalam teritori dan social-budayanya, Bedono berada di daerah pinggiran atau bahkan bisa dibilang ndesa, nggunung, ngalas”. Namun paroki ini seakan tidak pernah berkecil hati, kekuatan perubahan dan kesadaran akan potensi yang begitu banyak menjadi modal yang dapat digali, dikembangkan dan dilestarikan. Selain potensi pangan dan kemandirian secara ekonomi, kearifan local dan budaya juga menjadi perhatian Gereja. Pola sosial yang cenderung mengubah orang menjadi egois dan instant, belum lagi kegamangan hidup dan juga kekerasan yang dapat kita lihat lewat berbagai media menjadi keprihatinan dan refleksi. Kemajuan teknologi, kapitalisme seringkali membutakan mata dan membuat lupa jati diri sebagai manusia, citra Allah yang dianugerahi hati dan rasa.

1386494531684271063
1386494531684271063

Bedono berada pada jalur penghubung Yogyakarta dan Semarang, jalur transportasi yang padat. Banyak sekali kejadian dan kecelakaan dan tak sedikit pula korban yang kehilangan nyawanya. Melihat situasi ini Bedono mencoba berbagi dengan mengadakan “slametan dalan” pada setiap tanggal 1 suro. Umat dan juga masyarakat sekitar bergabung, berjalan kaki sambil berdoa disepanjang jalan dengan rute sekitar 28 km. Keunikan dalam kesenian local juga dihidupkan dengan menggelar Festival Reog yang diikuti oleh 7 penampil. Hal ini merupakan kesuksesan besar, dimana gereja yang membudaya rupa-rupanya mampu menghidupkan kerukunan lintas batas. Tanpa ada lagi sekat dan kotak-kotak fanatisme yang menghalangi setiap individu untuk hidup bersama sebagai mahluk yang berbudaya. Budaya “ndesa” yang mempersatukan tersebut tetap hidup lewat buka bersama, tirakatan, latihan gamelan serta kegiatan-kegitan lainnya.

1386496230730160131
1386496230730160131

1386496448585052127
1386496448585052127

Anak-anak adalah masa depan Gereja, tempat dimana kita akan tinggal esok. Namun saat ini banyak kita jumpai, anak lebih banyak berkutat dengan kecanggihan teknologi, belum lagi ditambah beban materi pelajaran kognitif dari sekolah, sehingga anak-anak tidak mengenal lingkungan sosial dan kebudayaan yang hidup disekitarnya. Melihat keprihatinan tersebut maka dibuat sanggar-sanggar sebagai wadah kreatifitas anak, seni dan kearifan local yang hidup dan membumi di masing-masing daerah. Anak-anak diberi ruang untuk terlibat, untuk mengembangkan diri, bersosialisasi, dan mengasah potensi hidup dengan pilihan-pilihan yang akan mereka ambil secara bertanggung jawab. Mereka adalah masa depan yang mewarisi bumi beserta kearifan-kearifannya agar tetap lestari. Mereka yang akan menanam sayur, mereka yang akan berjoget reog, mereka yang akan membacakan kitab suci, mereka adalah tangan-tangan yang akan terus membagikan berkat. “Bedono bisa dan terus memberi banyak berkat baik untuk gereja untuk masyarakat sekitar bahkan untuk siapa saja, semua.” tutur Rm. P. Hartono, Pr yang sedang berkarya di Paroki St. Thomas Rasul Bedono.

13864983021670978433
13864983021670978433

13864948281765467149
13864948281765467149

13864967932107303418
13864967932107303418

Peringatan Hari Pangan Sedunia yang digelar di Wilayah Sadang menjadi puncak, dimana setiap perubahan, perkembangan itu dimaknai dan disyukuri. Umat berdatangan dengan pakaian khas Jawa Ndesa, sebuah kesederhananaan yang dipersembahkan pada misa yang digelar di perkebunan sengon. Tanaman sayur polibag menghiasi setiap sudut, dan anak-anak sanggar menyuguhkan kreatifitasnya. Dan dalam puncak Lustrum I Paroki St. Thomas Rasul Bedono kemarin, seusai misa seluruh umat berucap syukur, mempersembahkan karyanya lewat penampilan sendratari kolosal “Pring Reketeg” yang melibatkan sebanyak 125 penampil, 60 orang wiyaga, wiraswara, klothekan pring dan orchestra dengan melibatkan empat sanggar dan dua paguyuban reog. Cerita ini merefleksikan kehidupan sehari-hari dimana manusia sangat mudah terbelenggu oleh keangkara-murkaan dan hanya dengan tekad serta selalu “eling” pada Hyang Maha Kuasa maka sifat keangkara-murkaan dapat dikalahkan. Penampilan yang digelar di panggung yang seluruhnya terbuat dari ornamen bambu ini mampu menghilangkan batasan-batasan dan menjadi alat pemersatu lintas usia, lintas budaya dan lintas agama.

13864965271155812502
13864965271155812502

138649659645230280
138649659645230280

13864966751835150513
13864966751835150513

Bedono yang mandiri, Bedono yang membumi dan membudaya, semoga setiap karya indah itu tetap lestari. Proficiat! -- eFKa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun