Mohon tunggu...
CYNTIA WIDYA ARIASTUTI
CYNTIA WIDYA ARIASTUTI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Semarang

Untuk memenuhi tugas perkuliahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bantuan Sosial : Solusi Sementara atau Pemicu Ketergantungan Masyarakat?

10 Desember 2024   21:00 Diperbarui: 10 Desember 2024   20:26 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis : Cyntia Widya Ariastuti

Bantuan sosial (Bansos) seringkali dipandang sebagai salah satu kebijakan yang penting dalam menghadapi krisis ekonomi. Hal ini sesuai dengan mazhab ekonomi yaitu mazhab Keynesian yang dikemukakan oleh pemikiran ekonomi asal Inggris yaitu John Maynard Keynes. Mazhab Keynesian yaitu mazhab yang menekankan peran penting pemerintah dalam mengelola perekonomian, terutama melalui penerapan kebijakan fiskal dan moneter yang bertujuan untuk mencapai stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut Keynes, tingkat aktivitas ekonomi dan tingkat lapangan kerja ditentukan oleh permintaan agregat. Ketika permintaan agregat rendah, maka perekonomian akan mengalami resesi dan banyak masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan. Mazhab Keynesian berpendapat bahwa dalam situasi saat permintaan agregat lemah, maka pemerintah memiliki tanggungjawab untuk meningkatkan pengeluaran, baik melalui investasi langsung maupun melalui distribusi bantuan sosial. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan konsumsi masyarakat dan meningkatkan aktivitas ekonomi sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan.

Dalam pandangan mazhab Keynesian, bantuan sosial adalah salah satu bentuk kebijakan fiskal yang efektif untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama pada kelompok berpenghasilan rendah yang cenderung membelanjakan sebagian besar pendapatan mereka. Dengan demikian, bantuan sosial tidak hanya memberikan perlindungan bagi masyarakat rentan, tetapi juga menciptakan pertumbuhan dalam perekonomian. Ketika masyarakat menggunakan bantuan ini untuk membeli barang dan jasa, maka sektor produksi akan meningkatkan output karena banyaknya permintaan, sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan. Disisi lain, mazhab Keynesian juga menekankan bahwa intervensi pemerintah ini bersifat sementara, dan hanya difokuskan pada pemulihan ekonomi dalam jangka pendek. Pemerintah juga perlu mengelola kebijakan ini agar tidak menyebabkan masalah jangka panjang seperti inflasi atau peningkatan utang publik yang tidak terkendali.

Salah satu kebijakan fiskal berupa pemberian bantuan sosial kepada masyarakat ini terjadi pada saat pandemi Covid-19, dimana masyarakat mengalami krisis ekonomi akibat adanya pembatasan aktivitas, penurunan pendapatan serta peningkatan angka pengangguran. Pada masa pandemi ini, pemerintah mengalokasikan dana untuk membantu masyarakat yang kurang mampu agar dapat memenuhi kebutuhan konsumsi selama masa pandemi Covid-19. Di Indonesia, kebijakan ini diterapkan secara luas terutama pada masa pandemi. Pemerintah mengalokasikan dana kurang lebih sekitar Rp. 307,1 triliun untuk berbagai program bantuan sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, BLT Minyak Goreng, Subsidi Bunga KUR, Bantuan Tunai untuk Pedagang Kaki Lima dan BLT Desa. Pengeluaran pemerintah untuk bantuan sosial ini bertujuan untuk menjaga konsumsi rumah tangga dan mencegah penurunan ekonomi yang drastis selama pandemi Covid-19.

Namun, meskipun bantuan sosial memiliki manfaat yang jelas dan sesuai dengan pandangan mazhab Keynesian, penerapannya terdapat berbagai tantangan. Kebijakan ini sering dikritik karena berpotensi menciptakan ketergantungan masyarakat pada bantuan pemerintah. Kritik ini muncul dari pandangan teoritis dan empiris yang menunjukkan bahwa ketergantungan tersebut dapat mengurangi motivasi masyarakat untuk meningkatkan keterampilan dan produktivitas. Selain itu, masalah dalam distribusi dan ketepatan sasaran bantuan sosial sering kali menghambat efektivitas dari kebijakan tersebut. Pendekatan Keynesian yang mendasari kebijakan ini menganggap bahwa bantuan sosial sebagai solusi sementara untuk memulihkan permintaan agregat. Namun, tanpa kebijakan pendukung seperti penciptaan lapangan kerja dan peningkatan produktivitas, pemberian bantuan sosial kepada masyarakat dapat menjadi beban perekonomian dalam jangka panjang.

Seperti yang sudah dijelaskan, meskipun bantuan sosial dapat memberikan dampak positif dalam jangka pendek. Efektivitas kebijakan ini sering diperdebatkan, terutama jika dilihat dari perspektif keberlanjutan ekonomi. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana bantuan sosial dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, mengingat bahwa sifat bantuan sosial yang lebih cenderung konsumtif dibandingkan produktif. Berikut ini beberapa kritik terhadap kebijakan fiskal berupa bantuan sosial selama pandemi Covid-19 yang dilihat dari perspektif mazhab Keynesian yaitu sebagai berikut :

1. Menciptakan Ketergantungan Masyarakat pada Bantuan Pemerintah dan Kurangnya Peningkatan Keterampilan

Kebijakan pemberian bantuan sosial dapat menciptakan ketergantungan masyarakat pada bantuan pemerintah jika bantuan tersebut terus menerus diberikan. Ketergantungan ini muncul ketika masyarakat merasa bahwa mereka tidak perlu berupaya untuk meningkatkan keterampilan atau mencari pekerjaan yang lebih baik, karena masyarakat sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Dalam jangka panjang, ini dapat mengurangi insentif bagi individu untuk berinovasi atau memperbaiki kondisi perekonomian mereka karena dapat bergantung pada bantuan yang terus diberikan. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugiastuti, N dan Ulinnuha, R (2024) di mana masyarakat merasa bantuan sosial merupakan hak yang didapatkan oleh masyarakat, bukan bentuk bantuan sementara untuk memulihkan kemampuan ekonomi mereka. Menurut data dari BPS, pada tahun 2021 di Provinsi Jawa Barat, realisasi anggaran untuk bantuan sosial pangan mencapai Rp. 10,3 triliun yang disalurkan kepada sekitar 4 juta keluarga penerima manfaat. Jumlah ini mencerminkan besarnya upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat rentan, khususnya di masa pandemi untuk memastikan kebutuhan dasar masyarakat.

Adanya bantuan sosial yang diberikan pemerintah, sering kali tidak disertai dengan program atau kebijakan yang mendukung peningkatan keterampilan atau pengetahuan bagi penerima bantuan. Sementara, bantuan sosial yang diperlukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, hal ini tidak dapat memperbaiki kualitas hidup penerima bantuan sosial dalam jangka panjang. Salah satunya yaitu yang terjadi di provinsi Jawa Barat, provinsi yang menjadi penerima bantuan sosial pangan terbesar di Indonesia ini menjadi ketergantungan pada bantuan tersebut. Mengingat bahwa tingkat pengangguran terbuka di Jawa Barat pada tahun 2021 mencapai 9,82% dari total angkatan kerja, dan penyumbang jumlah pengangguran tertinggi di Indonesia pada masa pandemi. Hal itu terjadi karena kurangnya dukungan program pemberdayaan yang memadai, sehingga dapat menghambaat pengurangan angka pengangguran atau perbaikan kualitas hidup masyarakat dalam jangka panjang. Sehingga program pemberdayaan masyarakat menjadi langkah strategis untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi sumber daya manusia. Pemberdayaan masyarakat berfokus pada upaya membangun kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan individu sehingga kapasitas mereka dapat terus berkembang. Pemberdayaan dapat memberikan ruang yang luas bagi masyarakat untuk menentukan arah dan keputusan dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga tercipta kemandirian yang berkelanjutan (Saparjan dan Suyitno, 2003).

2. Kendala Distribusi dan Ketidaktepatan Sasaran dalam Pemberian Bantuan Sosial

Mazhab Keynesian menekankan pentingnya pengeluaran pemerintah khususnya dalam bentuk bantuan sosial untuk membantu masyarakat dalam menghadapi krisis ekonomi. Pendekatan ini dianggap efektif dalam menjaga konsumsi rumah tangga dan mencegah penurunan permintaan agregat. Namun, penerapan kebijakan tersebut sering kali dihadapkan pada tantangan dalam distribusi bantuan sosial, seperti ketidaktepatan sasaran dan inefisiensi administratif yang dapat mengurangi efektivitasnya dalam mencapai tujuan pemulihan ekonomi. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Hirawan (2020) yang menyatakan bahwa distribusi bantuan sosial sering kali belum berjalan secara optimal, salah satu penyebabnya adalah kurangnya persiapan pemerintah dalam mengelola dan menyalurkan bantuan secara efisien. Mengenai kendala distribusi bantuan sosial juga di perjelas dalam penelitian yang dilakukan oleh Joharudin, et al (2020) yang mengatakan bahwa cakupan bantuan sosial masih belum sepenuhnya menjangkau seluruh kelompok rentan, sementara skema bantuan yang ada memerlukan perancangan yang baik agar lebih efektif. Selain itu, mekanisme distribusi bantuan menghadapi berbagai tantangan, seperti penyalahgunaan anggaran, ketidaktepatan sasaran dan kurangnya transparansi dalam penyaluran yang dapat mengurangi efektivitas program dalam mencapai tujuan utamanya.

Provinsi Jawa Barat dalam mendistribusikan bantuan sosial dari pemerintah melakukan berbagai upaya agar tidak salah sasaran. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan menerapkan mekanisme penyaringan data pendaftar penerima bantuan sosial secara ketat. Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggunakan aplikasi Sapawarga dan website Solidaritas yang mencantumkan sekitar 27 alasan detail yang menjelaskan penolakan pendaftar sebagai penerima bantuan sosial. Proses penyaringan data ini mencakup beberapa alasan penolakan seperti tidak memenuhi kriteria administrasi karena ketidakcocokan data atau profesi yang tidak layak untuk menerima bantuan, serta data yang telah tercatat pada sistem Data Kesejahteraan Sosial Terpadu (DTKS). Selain itu, penilaian dari pemerintah daerah baik dari kabupaten/kota atau desa/RW juga menjadi faktor penting dalam menentukan kelayakan penerima bantuan. Untuk menghindari kesalahan dalam distribusi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga memperhatikan kesalahan input data dan memastikan alamat penerima lengkap untuk meminimalisir potensi masalah saat pengiriman bantuan. Dengan adanya penyaringan yang lebih ketat dan pengelolaan data yang lebih baik, diharapkan bantuan sosial dapat memberikan dampak yang maksimal bagi masyarakat yang membutuhkan.

Penerapan bantuan sosial selama krisis seperti pandemi Covid-19, menunjukkan pentingnya pendekatan mazhab Keynesian dalam menjaga daya beli masyarakat dan mencegah krisis ekonomi yang lebih parah. Kebijakan tersebut efektif dalam menjaga konsumsi rumah tangga dan stabilitas sosial di tengah ketidakpastian ekonomi. Namun, meskipun bantuan sosial dapat memberikan efek positif dalam jangka pendek, ketergantungan pada bansos juga menimbulkan sejumlah tantangan. Salah satunya adalah dampak yang terbatas terhadap produktivitas ekonomi karena bantuan sosial cenderung bersifat konsumtif dan tidak langsung meningkatkan ekonomi masyarakat. Selain itu, penyaluran bantuan sosial sering kali menghadapi kendala distribusi yang mempengaruhi efektivitasnya, seperti ketidaktepatan sasaran dan ketidakakuratan data penerima. Untuk mengatasi tantangan ini, Indonesia perlu merumuskan kebijakan yang berkelanjutan dengan memprioritaskan program-program yang tidak hanya mendukung konsumsi jangka pendek tetapi juga mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan. Program bantuan sosial harus dilengkapi dengan kebijakan yang meningkatkan produktivitas, seperti pelatihan kerja, pembangunan infrastruktur, dan reformasi sistem pendidikan. Dengan demikian, dampak positif kebijakan fiskal dapat dirasakan tidak hanya dalam jangka pendek tetapi juga dalam jangka panjang.

Sesuai mazhab Keynesian, meskipun memiliki nilai penting dalam mendorong stabilitas ekonomi melalui intervensi pemerintah, namun sering kali cenderung berlebihan dalam melibatkan negara dalam urusan pasar. Ketergantungan pada kebijakan fiskal yang terus-menerus, seperti peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pemberian bantuan sosial dapat menciptakan distorsi dalam mekanisme pasar dan menghambat inisiatif swasta. Intervensi yang berlebihan dapat menimbulkan risiko ketergantungan jangka panjang pada bantuan pemerintah, sehingga mengurangi insentif bagi sektor swasta dan masyarakat untuk mengembangkan solusi yang lebih berkelanjutan. Selain itu, pengeluaran pemerintah yang besar untuk menjaga permintaan agregat sering kali tidak efektif dalam meningkatkan produktivitas atau investasi yang dapat meningkatkan daya saing ekonomi dalam jangka panjang. Meskipun ada keyakinan bahwa kebijakan tersebut dapat memacu inovasi dan efisiensi, pada kenyatannya, kebijakan tersebut sering kali berpotensi menciptakan ketidakseimbangan fiskal, memperburuk defisit anggaran, dan meningkatkan utang negara. Dalam jangka panjang, kebijakan yang berfokus pada intervensi besar-besaran tanpa memperhatikan struktur ekonomi yang berkelanjutan hanya akan memperburuk ketergantungan pada sektor publik dan memperlemah daya saing ekonomi. Oleh karena itu, meskipun intervensi pemerintah diperlukan dalam situasi darurat, sebaiknya kita menghindari penerapan kebijakan menurut pandangan mazhab Keynesian secara berlebihan agar dapat memastikan pertumbuhan ekonomi yang sehat dan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Muhtadi, R., Luthfi, F., Rukmana, A. Y., Hamilunniám, M., Nugroho, L., & Sunjoto, A. R. (2023). Menelusuri Jejak Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2022). Covid-19 semakin terkendali, Alokasi Belanja APBN Fokus Untuk Memperbaiki Kesejahteraan Masyarakat.

Badan Pusat Statistik. (2021). Jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Anggaran Bantuan Sosial Pangan Menurut Provinsi.

Badan Pusat Statistik. (2021). Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi (Persen).

Sugiastuti, N., & Ulinnuha, R. Politik Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat: Kasus Ketergantungan Kebijakan Bantuan Sosial di Temanggung, Jawa Tengah. Spirit Publik: Jurnal Administrasi Publik, 19(1), 1-15.

Suparjan. Suyatno, (2003). Pengembangan Masyarakat: dari Pembangunan sampai Pemberdayaan, Yogyakarta; Aditya Media

Hirawan, F. B. (2020). Optimizing the Distribution of the Social Assistance Program during the COVID-19 Pandemic.(June), 1–7

Joharudin, A., Septiadi, M. A., Maharani, S., Aisi, T. D., & Nurwahyuningsih, N. (2020). Panic Syndrom Covid-19 : Penekanan Terhadap Kebijakan Yang Diberikan. Jurnal Perspektif, 4(1), 44–53.

Hukom, A., & Ompusunggu, D. P. (2023). Pengantar Ilmu Ekonomi. Penerbit Qiara Media.

Sistem Online Data Penerima Bantuan Sosial. (2020). Penjelasan Ditolaknya Pendaftar Sebagai Penerima Bansos Provinsi.

Rahmansyah, W., Qadri, R. A., Sakti, R. R. A., & Ikhsan, S. (2020). Pemetaan permasalahan penyaluran bantuan sosial untuk penanganan Covid-19 di Indonesia. Jurnal Pajak Dan Keuangan Negara (PKN), 2(1), 90-102.

Purba, B., Wijaya, M. F., Lumbantobing, M., & Ardhana, M. B. (2024). PEMIKIRAN EKONOMI POLITIK KEYNESIAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 10(12), 76-83.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun