Mohon tunggu...
Celine Kurnia
Celine Kurnia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik

Celine Kurnia adalah seorang mahasiswa Jurnalistik UMN. Ia gemar menulis dan travelling.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjadi Relawan di Kala Covid-19 Menyerang

29 Juni 2022   15:45 Diperbarui: 29 Juni 2022   16:00 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Pernah ketemu sama orang berkebutuhan khusus, mereka susah buat dikontrol. Kalau kita dipukul, ya gak bisa marah juga. Melayani oma-opa yang pendengarannya udah berkurang juga susah.” cerita Morin tentang tantangan-tantangan lainnya. Ia pun pernah melayani akseptor yang berasal dari Korea Selatan. Kendala bahasa membuat Morin dan akseptor mengalami miskomunikasi.

“Sakit ke mana?” tanya akseptor Korea tersebut.

“Iya? Sorry?”

“Sakit… Where? Kertas?”

Kertas apa ya?

Morin tidak mengerti apa maksud pertanyaannya. Ia kira akseptor menanyakan kertas formulir. Setelah berbicara dengan perantara Google Translate, ternyata akseptor itu menanyakan tentang sertifikat di Peduli Lindungi. Kejadian tersebut adalah pengalaman yang tidak akan pernah ia lupakan.

Berbagai tantangan yang dialami relawan membuat Bella salut terhadap kinerja mereka. Risiko tertular Covid-19 sangat tinggi dan masyarakat kerap kali menganggap relawan menerima bayaran. Akibatnya, banyak akseptor yang bertindak seenaknya padahal sudah dilayani dengan tulus. Bella menyayangkan hal tersebut.

Terinfeksi Covid-19 akibat menjadi relawan

Jumat itu, tepatnya satu hari sebelum bertugas di Februari 2022, Morin menjalani swab antigen di gereja. Hasilnya negatif. Oke aku aman nih gak kena Covid, batin Morin. Ia juga tidak merasakan gejala apa pun. Namun, ia juga tidak yakin dengan hasil itu. Pasalnya, beberapa hari sebelumnya ia berinteraksi dengan dua relawan yang keluarganya terpapar Covid-19. Karena tidak yakin, esok hari Morin melakukan swab antigen lagi. Benar saja. Risiko yang ditakutkan Morin terjadi. Ia positif Covid-19. Mengetahui hal tersebut, ia segera pergi ke rumah sakit THT Proklamasi, BSD untuk melakukan tes PCR.

Rasa takut menjalar di seluruh tubuhnya. Ia tidak berani memberi tahu orang tuanya. Ibunya dari awal sudah tidak setuju dengan keputusannya menjadi relawan. Sementara itu, ayahnya adalah orang yang panik. Setelah mengumpulkan keberanian, ia menelepon ibunya.

“Ma, jangan marah ya, Ma. Aku Covid”

Tut! Ibunya langsung mematikan telepon. Morin yakin ibunya marah. Tak disangka, di siang hari ia kembali menelepon dan baru menanyakan kondisi anaknya. Ternyata ibunya sudah memprediksi ini semua akan terjadi dan ya... mau bagaimana lagi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun