Mohon tunggu...
Cut Rizka Safrianti
Cut Rizka Safrianti Mohon Tunggu... Penulis - Author, Founder STCI (@sahabat_tuliscutika), Writing Coach, Editor Edwrite, Pelopor Literasi

Jika sebuah peluru hanya menembus satu kepala, menulis bisa membombardir jutaan kepala untuk bergerak tanpa perintah. Oleh karenanya, tulislah kebaikan bukan keburukan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Mudik Dianggap Ajang Pamer, Salah Siapa?

18 April 2022   11:29 Diperbarui: 18 April 2022   11:44 1891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kalam-Nya, Allah berfirman,

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. Luqman :18)

Dengan kata lain, meskipun kita memiliki kelebihan, Allah melarang kita untuk bersikap sombong atas nikmat yang diberikan oleh-Nya. 

Apa Penyebab Munculnya Kalimat Pamer saat Lebaran?

Menurut pendapat saya, penyebab munculnya kalimat 'Pamer saat Lebaran' bisa terjadi karena beberapa sebab. 

Yang pertama, kondisi ekonomi pemudik sudah lebih baik dibandingkan saat ia ia pertama sekali ia meninggalkan kampung halaman. Jika saat berangkat atau migrasi ke daerah lain seseorang masih terlihat memendam kesedihan, keraguan, dan hanya menggunakan pakaian seadanya, kemungkinan besar ketika mudik ia akan memakai pakaian terbaik dan sudah terlihat lebih ceria. Bagaimana tidak, mendapat penghasilan dan memiliki uang di tangan membuat seseorang menjadi lebih baik sehingga memunculkan aura percaya diri.

Kedua, pemudik yang sudah percaya diri akan lebih terbuka dengan orang lain. Hal yang mungkin tidak pernah dilakukan selama menetap di kampung akan ia lakukan sepulang dari perantauan, seperti menyapa tetangga, memberikan bantuan untuk acara di kampung atau sekadar aktif  dan terlibat secara langsung pada beberapa kegiatan yang diadakan di kampung saat berada di sana. 

Ketiga, sikap baik dan keberhasilan sang pemudik akan menyemai hasad bagi orang lain yang memiliki penyakit hati di dalam dada. Ada kecemburuan yang hadir saat melihat orang lain lebih berhasil dan hidup mapan di kala kita masih berjuang untuk hidup lebih baik. Begitulah pola pikir primitif harus diubah. 

Dengan demikian hal-hal di ataslah yang kerap menciptakan budaya mudik terlihat seperti ajang pamer. Sebaik apa pun niat sang pemudik akan terlihat sama di mata orang yang sudah memiliki pola pikir yang salah sejak awal.

Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk mengembalikan persepsi yang benar terhadap budaya mudik?

  1. Tetaplah menjadi pribadi yang baik dan tidak terkontaminasi dengan penilaian buruk dari orang lain.
  2. Buktikan pada semua orang, kita berhak atas pencapaian ini. Tunjukkan semua yang kita peroleh tidaklah instan, tapi hasil dari kerja keras.
  3. Tetaplah menjadi pribadi yang rendah hati.
  4. Jangan segan berbagi ilmu dan kiat keberhasilan dengan orang lain.
  5. Senantiasa menjaga lisan dan tidak membandingkan pencapaian kita dengan orang lain, apalagi hingga merendahkan.
  6. Tunjukkan tujuan mudik kita adalah menyambung silaturahmi dan berbagi kebahagiaan.
  7. Jangan berlebihan dalam berpakaian atau menggunakan perhiasaan, jika di daerahku masih banyak yang berkekurangan.

Itulah beberapa hal yang bisa kita lakukan agar budaya mudik tidak dianggap sebagai ajang pamer. Sebab anggapan pamer itu dapat terjadi bukan salah siapa-siapa, melainkan sikap yang tidak saling menjaga perasaan dan menghormati. Sekian dan semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun