Mohon tunggu...
Karyati
Karyati Mohon Tunggu... Administrasi - Belajar menjadi pembaca terbijak

ok

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ayo Belajar di Sekolah

11 Maret 2019   13:47 Diperbarui: 19 Maret 2019   10:16 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan sejatinya merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dengan proses pembelajaran agar peseta didik memiliki kepribadian dan berakhlak mulia. Melalui pendidikan berbasis kurikulum 2013 seperti saat ini pun salah satunya dapat diimplementasikan pada pembelajaran abad 21. Dimana pembelajaran abad 21 mencerminkan empat hal, critical thinking and problem solving, creativity and innovation, communication, dan collaboration. Penekanan empat kriteria lebih ditekanan pada critical thinking and problem solving. Pada pembelajaran ini, anak dibentuk untuk dapat berfikir kritis dan dapat memecahkan masalah.

Nampaknya, kenyataan itu belum sepenuhnya bisa diimplementasikan sebagaimana mestinya. Seiring dengan beredarnya video seseorang guru menegur siswa merokok di kelas terjadi pada tanggal 2 Februari 2019. Seorang siswa di salah satu SMP PGRI Wringinanom Kabupaten Gresik berani melakukan perundungan terhadap seorang guru.

Tidak hanya itu saja, kejadian memprihatikan lain lagi terjadi di SMK Negeri 3 Yogyakarta pada tanggal 20 Februari 2019. Pemicu kejadian itu disebabkan oknum siswa bermain handphone saat ulangan. Sehingga, handphone milik siswa disita oleh guru yang berinisial SJ dan siswa tidak terima. Siswa pun mengajak duel dengan gurunya.

Dua peristiwa perundungan terhadap seorang guru terjadi pada bulan Februari tahun 2019 merupakan beberapa fakta akan anomalinya penerapan kurikulum 2013. Kasus itu bermula dari siswa yang melanggar tata tertib sekolah (merokok di kelas dan mengoperasikan handphone saat ulangan). Selain itu pula, siswa lain yang menyaksikan kejadian perseteruan guru dan siswa. Hingga siswa merekam video kejadian yang seharusnya tidak berhak untuk direkam. Apalagi siswa menyebarluasakan video tersebut di media sosial demi mendapatkan view atau like dari warga net.

Sejatinya mengoperasikan handphone untuk merekam dan menyebarluaskan video negatif mengenai kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Sebuah kesalahan terbesar bagi siswa maupun guru. Pada dasarnya, handphone tidak cocok jika digunakan sebagai media pembelajaran. Mengapa demikian? Disebabkan user/pengguna tidak bisa mengendalikan diri dan  situasi saat sedang mengoperasikan handphone.   

Ada beberapa penyebab kasus perundungan terhadap guru yang terekam dan tersebar di media sosial. Pertama, Guru dan siswa sering melupakan hak dan kewajiban ketika berada di kelas. Guru mungkin saja lupa mengingatkan siswanya untuk mengamankan seluruh handphone saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Bisa juga siswa memang sengaja tidak menghiraukan peringatan dari guru yang bersangkutan. Apapun alasannya, jika hak dan kewajiban guru dan siswa di kelas tidak dilaksanakan dengan baik maka akan menjadi kebiasaan yang tidak bermutu. Kebiasaan tidak bermutu yang seharusnya bisa dibuang oleh guru dan siswa. Lalu, digantikan dengan kegiatan yang baru, yaitu dapat menjalankan hak dan kewajiban bersama-sama baik guru maupun siswa saat di kelas.  

Kedua, kurangnya pengendalian diri yang tumbuh dalam diri siswa. Pengendalian diri pada saat emosi memang bukan hal yang mudah. Siapa pun orangnya apabila terpancing oleh sesuatu yang tidak menyenangkan situasi dan kondisi diri maka akan emosi. Tumbuhnya emosi dalam diri seorang dipicu oleh pemikiran yang tidak bisa dikendalikan oleh akal. Alhasil, berbagai macam perilaku dan ucapan yang nampak dari siswa tidak bisa direm. Seperti tayangan perundungan siswa terhadap guru yang ada di video. Betapa emosi siswa memuncak begitu dahsyat ketika guru menegurnya.

Emosi menurut Daniel Goleman adalah setiap kegiatan atau pergolakan perasaan, pikiran, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Emosi yang ditimbulkan oleh siswa dipicu oleh dua faktor, internal dan eksternal. Secara internal, timbulnya emosi yang berasal dari diri sendiri seperti perasaan kecewa terhadap diri sendiri dan sekitarnya. Sedangkan penyebab timbulnya emosi eksternal yaitu tuntunan yang terlalu banyak kepada seseorang dengan risiko mendapat hukuman jika tidak melaksanakannya.

Dari beberapa penyebab itulah sehingga guru dan siswa dinilai minim kesadaran. Cukup pelik sekali memang. Jika diantara siswa yang tidak terlibat dalam perseteruan tersebut. Tanggap terhadap situasi (kesadaran diri) maka kejadian memprihatikan semacam ini tidak akan pernah terjadi apalagi diketahui oleh masyarakat luas.

Menengok tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dengan adanya kasus perundungan siswa terhadap guru mengakibatkan suasana kegiatan belajar mengajar tidak akan nyaman dan menyenangkan. Guru dan siswa membutuhkan proses untuk mengembalikan keadaan yang telah rusak. Selain itu pula, guru dan siswa pun menjadi terganggu sebab berbagai macam pertanyaan akan muncul silih berganti dari berbagai macam orang baik yang ada di lingkungan sekolah maupun lingkungan luar sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun