Pendidikan sejatinya merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dengan proses pembelajaran agar peseta didik memiliki kepribadian dan berakhlak mulia. Melalui pendidikan berbasis kurikulum 2013 seperti saat ini pun salah satunya dapat diimplementasikan pada pembelajaran abad 21. Dimana pembelajaran abad 21 mencerminkan empat hal, critical thinking and problem solving, creativity and innovation, communication, dan collaboration. Penekanan empat kriteria lebih ditekanan pada critical thinking and problem solving. Pada pembelajaran ini, anak dibentuk untuk dapat berfikir kritis dan dapat memecahkan masalah.
Nampaknya, kenyataan itu belum sepenuhnya bisa diimplementasikan sebagaimana mestinya. Seiring dengan beredarnya video seseorang guru menegur siswa merokok di kelas terjadi pada tanggal 2 Februari 2019. Seorang siswa di salah satu SMP PGRI Wringinanom Kabupaten Gresik berani melakukan perundungan terhadap seorang guru.
Tidak hanya itu saja, kejadian memprihatikan lain lagi terjadi di SMK Negeri 3 Yogyakarta pada tanggal 20 Februari 2019. Pemicu kejadian itu disebabkan oknum siswa bermain handphone saat ulangan. Sehingga, handphone milik siswa disita oleh guru yang berinisial SJ dan siswa tidak terima. Siswa pun mengajak duel dengan gurunya.
Dua peristiwa perundungan terhadap seorang guru terjadi pada bulan Februari tahun 2019 merupakan beberapa fakta akan anomalinya penerapan kurikulum 2013. Kasus itu bermula dari siswa yang melanggar tata tertib sekolah (merokok di kelas dan mengoperasikan handphone saat ulangan). Selain itu pula, siswa lain yang menyaksikan kejadian perseteruan guru dan siswa. Hingga siswa merekam video kejadian yang seharusnya tidak berhak untuk direkam. Apalagi siswa menyebarluasakan video tersebut di media sosial demi mendapatkan view atau like dari warga net.
Sejatinya mengoperasikan handphone untuk merekam dan menyebarluaskan video negatif mengenai kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Sebuah kesalahan terbesar bagi siswa maupun guru. Pada dasarnya, handphone tidak cocok jika digunakan sebagai media pembelajaran. Mengapa demikian? Disebabkan user/pengguna tidak bisa mengendalikan diri dan  situasi saat sedang mengoperasikan handphone.  Â
Ada beberapa penyebab kasus perundungan terhadap guru yang terekam dan tersebar di media sosial. Pertama, Guru dan siswa sering melupakan hak dan kewajiban ketika berada di kelas. Guru mungkin saja lupa mengingatkan siswanya untuk mengamankan seluruh handphone saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Bisa juga siswa memang sengaja tidak menghiraukan peringatan dari guru yang bersangkutan. Apapun alasannya, jika hak dan kewajiban guru dan siswa di kelas tidak dilaksanakan dengan baik maka akan menjadi kebiasaan yang tidak bermutu. Kebiasaan tidak bermutu yang seharusnya bisa dibuang oleh guru dan siswa. Lalu, digantikan dengan kegiatan yang baru, yaitu dapat menjalankan hak dan kewajiban bersama-sama baik guru maupun siswa saat di kelas. Â
Kedua, kurangnya pengendalian diri yang tumbuh dalam diri siswa. Pengendalian diri pada saat emosi memang bukan hal yang mudah. Siapa pun orangnya apabila terpancing oleh sesuatu yang tidak menyenangkan situasi dan kondisi diri maka akan emosi. Tumbuhnya emosi dalam diri seorang dipicu oleh pemikiran yang tidak bisa dikendalikan oleh akal. Alhasil, berbagai macam perilaku dan ucapan yang nampak dari siswa tidak bisa direm. Seperti tayangan perundungan siswa terhadap guru yang ada di video. Betapa emosi siswa memuncak begitu dahsyat ketika guru menegurnya.
Emosi menurut Daniel Goleman adalah setiap kegiatan atau pergolakan perasaan, pikiran, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Emosi yang ditimbulkan oleh siswa dipicu oleh dua faktor, internal dan eksternal. Secara internal, timbulnya emosi yang berasal dari diri sendiri seperti perasaan kecewa terhadap diri sendiri dan sekitarnya. Sedangkan penyebab timbulnya emosi eksternal yaitu tuntunan yang terlalu banyak kepada seseorang dengan risiko mendapat hukuman jika tidak melaksanakannya.
Dari beberapa penyebab itulah sehingga guru dan siswa dinilai minim kesadaran. Cukup pelik sekali memang. Jika diantara siswa yang tidak terlibat dalam perseteruan tersebut. Tanggap terhadap situasi (kesadaran diri) maka kejadian memprihatikan semacam ini tidak akan pernah terjadi apalagi diketahui oleh masyarakat luas.
Menengok tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dengan adanya kasus perundungan siswa terhadap guru mengakibatkan suasana kegiatan belajar mengajar tidak akan nyaman dan menyenangkan. Guru dan siswa membutuhkan proses untuk mengembalikan keadaan yang telah rusak. Selain itu pula, guru dan siswa pun menjadi terganggu sebab berbagai macam pertanyaan akan muncul silih berganti dari berbagai macam orang baik yang ada di lingkungan sekolah maupun lingkungan luar sekolah.
Perilaku negatif (perundungan terhadap guru) yang dihadirkan siswa di lingkungan sekolah. Jangan langsung menghujat guru "Tidak bisa mendidik". Sebab, seorang guru sangat mustahil mengajarkan ilmu/materi yang bersifat negatif kepada peserta didiknya. Semua ilmu/materi yang diajarkan guru untuk peserta didik adalah ilmu/materi yang sesuai dengan kurikulum.
Sebagai contoh dalam mata pelajaran matematika yang merupakan mata pelajaran yang berhubungan dengan hitungan. Kemudian mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran yang berhubungan dengan bacaan/teks. Mata pelajaran Pendidikan Agama sebagai mata pelajaran yang berhubungan dengan aturan-aturan yang diberlakukan dalam agama. Semua ilmu/materi yang diajarkan kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar sesuai dengan bidang keilmuannya. Lantas jika kenyataannya ada siswa berlaku tidak santun/ berani melakukan perundungan terhadap guru seperti yang ada di video viral itu. Bagaimana guru menindaklanjuti kasus siswa melakukan perundungan terhadap guru?
Langkah yang perlu diambil oleh guru untuk menindaklanjuti kasus siswa melakukan perundungan terhadap guru. Caranya adalah guru harus bisa menerapkan empat kompetensi guru. Kompetensi guru yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesioanal.
Dari empat kompetensi guru yang berkaitan dengan kasus perundungan siswa terhadap guru dalam dua video siswa kebanyakan melanggar tata tertib yang sudah ditetapkan oleh sekolah. Sehingga, formulasi yang bijak untuk menikdaklanjuti kasus ini guru perlu mendalami kompetensi pedagogik.
Kompetensi pedagogik yang guru perlu dimiliki seorang guru dalam kasus perundungan siswa terhadap guru. Pertama, guru harus menguasai karakteristik peserta didik. Pada penguasaan karakteristik peserta didik guru dituntut mengenali gaya belajar siswa. Gaya belajar menurut DePorter dan Hernacki (1992) merupakan kombinasi dari cara seseorang menyerap dan mengatur serta mengolah informasi. Gaya belajar siswa ada tiga yaitu, gaya belajar visual, gaya belajar auditorial, dan Gaya belajar kinestetik.
Modalitas gaya belajar siswa ini sangat diperlukan oleh seorang guru ketika hendak mengajar. Tujuannya agar guru memahami karakteristik belajar masing-masing siswa dengan baik. Sehingga, proses pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik tanpa adanya diskriminasi.
Kedua, Selain itu pula, pada kompetensi pedagogik guru harus dapat menerapkan  kompetensi sosial dengan peserta didik. Menurut Santrokck (2008) terdapat tiga aspek utama dari komunikasi dalam pembelajaran, yaitu keterampilan berbicara, mendengar, dan komunikasi nonverbal.
Komunikasi yang dibangun seorang guru terhadap seorang siswa dalam kegiatan belajar mengajar harus secara efektif, empatik, dan santun agar siswa dapat merespon dengan antusias dan positif. Siswa akan lebih nyaman apabila guru menganggap bahwa siswa tersebut ikut serta dalam kegiatan belajar mengajar. Sebaliknya, siswa akan menjadi cuek apabila tidak dianggap oleh guru. Maka dari itu, guru harus membangun komunikasi yang baik dengan siswa. Jangan gunakan kata teguran sebagai bahan ejekan untuk siswa. Gunakan kata teguran yang sesuai dengan karakteristik dari siswa tersebut (kata ironi atau kata lelucon).
Untuk itu, mulailah untuk tidak menghadirkan handphone milik guru maupun handphone milik siswa pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Sisihkan handphone pelekat diri pada jaman milineal seperti saat ini saat belajar. Jangan biarkan handphone menjadi sahabat setia dalam kegiatan belajar mengajar. Jadikan pula kegiatan belajar mengajar di kelas bersama seorang guru sebagai tempat yang nyaman dan berkesan pada hari itu juga.
Selain itu pula, antara guru dan siswa harus menumbuhkan kesadaran diri. Kesadaran diri akan posisi sebagai guru yang tidak boleh menggunakan kekuasaan dan kesadaran diri akan posisi siswa yang harus sopan terhadap guru (menghargai kehadirannya dan menghormatinya sebagai orang yang dituakan di kelas). Kesadaran diri sangat diperlukan dalam diri guru maupun siswa. Jika, guru dan siswa mempunyai kesadaran diri disetiap kegiatan belajar mengajar yang berlangsung maka masalah kecil yang muncul di kelas dapat diminimalisir dengan baik. Sehingga, kasus perundungan terhadap guru tidak akan pernah terjadi lagi pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H