Sebelumnya saya mengucapkan Selamat Hari Guru Nasional 25 November.
Tulisan ini saya persembahkan kepada seluruh guru di Indonesia, terutama kepada Ibu Kini, guru Taman Kanak-Kanak saya yang telah berjuang tanpa kenal lelah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Ketika membaca atau mendengar tentang profesi guru Taman Kanak-Kanak (TK), pikiran saya akan membayangkan seorang guru yang dikelilingi anak-anak usia balita.Â
Mereka melompat, berteriak, pipis dan BAB di celana serta tingkah polah lain di luar dugaan. Itulah perilaku "khas" anak seusia mereka. Pasti dialami juga oleh Ibu guru TK saya ketika ketika mendidik kami semasa sekolah.
Tiba-tiba ingatan saya jauh ke belakang kepada Ibu Kini, guru TK saya. Setiap hari, dari Senin hingga Jum'at jam 7.30 s/d 10.00 WIB selalu hadir menemani dan mendidik kami, para muridnya.Â
Pembawaannya yang tenang membuat kami segan terhadap beliau.
Masih terekam jelas dalam memori ingatan saya, ketika teman-teman sekelas diminta Bu Kini merapikan bangku dan meja belajar.
Kami malah menyusun secara bertingkat. Buku-buku dan alat tulis lainnya disebar ke ruang kelas. Gambar dan poster serta pazel malah disembunyikan di lemari.
Di tengah asyiknya "mengacak-acak" ruang gelas, tiba-tiba ada teman saya yang pipis di celana. Siapa dia? Rahasia dong.
Apa yang Bu Kini lakukan melihat tingkah kami? Beliau tetap tenang duduk di kursinya yang berwarna coklat yang sudah mengelupas catnya.
Dengan menatap "tajam" mengawasi kami sambil menggelengkan kepalanya, mungkin dalam hatinya berkata;
"Oalah bocah-bocah".Â
Ya itulah Ibu Kini, guru kami di TK Pertiwi, satu-satunya sekolah TK yang ada di desa Kemiri Kecamatan Sigaluh di pinggiran perbukitan selatan Kabupaten Banjarnegara.
Beliau adalah sosok pribadi yang rendah hati, perhatian, tenang, penyabar, telaten, ramah dan murah senyum.
Berkaca dari pengalaman menjadi anak didiknya Ibu Kini, ternyata menjadi guru TK tidaklah semudah yang dibayangkan.
Menjadi guru TK faktanya bukan hanya tentang menyanyi, tepuk tangan atau tentang "teriak-teriak", melainkan dituntut untuk menguasai segala bidang ilmu.
Hampir semua ilmu, aspek-aspek perkembangan anak; mulai dari kognitif, fisik-motorik, bahasa, seni, moral-etika, agama, sosial-emosional kesehatan reproduksi anak ternyata perlu dipahami oleh guru TK.
Menjadi guru TK ternyata membutuhkan kesabaran seluas langit seluas bumi, agar mampu mengendalikan "emosi" ketika menjumpai anak didiknya memecahkan mainan, menyobek kertas dan melempar alat tulis dan jenis "keusilan" lainnya.
Sekarang saya dapat memahami ternyata menjadi guru TK bukanlah sekedar menemani anak-anak belajar dan mengeksplorasi diri, namun sebagai fasilitator belajar dan menjadi contoh bagi anak didiknya.
Selain itu butuh ketelatenan luar biasa agar bisa menjalin hubungan hangat dengan para muridnya. Sungguh hebat Ibu Kini.
Jika ada ungkapan guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, maka saya rasa ungkapan ini sangat cocok dan pas untuk guru TK.
Bagi saya, Bu Kini merupakan sosok guru multitasking alias serba bisa. Mulai dari menyanyi, menggambar, mewarnai, membuat kerajinan, dan ketrampilan" lain yang melekat pada guru TK.
Oiya, saya tidak ingat berapa jumlah keseluruhan teman sekelas saya waktu itu.Â
Saya masih bisa mengingat beberapa teman  sekolah di TK yaitu;  Suwarso, Ariyanto, Ridho, Harun S, Taat Setya Budi, Bilal, Sungaib, Bambang S, Abdul Rochim, Nisro, Yahidun, Nitam dan Mukirno. Sedangkan yang cewek yaitu; Endah Arba, Dian Farida, Kusuma Artanti, Tumini, Nining Dwi, dan Wahyu Aristiyani.
Hai teman-temanku apa kabarnya Bu Kini sekarang? Kapan-kapan kita silaturahim ke rumah Bu Kini untuk mengenang masa-masa di sekolah serta mohon maaf atas segala "keusilan" di masa lalu, hahaha.
Terima kasih Ibu Kini, do'a dan salam sungkem buat panjenengan di manapun berada. Semoga selalu sehat dan tetap senang bernyanyi ya bu guru. Selamat hari guru.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H