Mohon tunggu...
Wahyu Tanoto
Wahyu Tanoto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, fasilitator, reviewer, editor

Terlibat Menulis buku panduan pencegahan Intoleransi, Radikalisme, ekstremisme dan Terorisme, Buku Bacaan HKSR Bagi Kader, Menyuarakan Kesunyian.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wacana dan Aksi Islam di Indonesia

5 September 2021   23:23 Diperbarui: 5 September 2021   23:35 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Dokumentasi pribadi

Dalam pandangan Zuly, komunitas  Jaringan Islam Liberal (JIL) sangat eksklusif atau bukan komunitas "sembarangan". Dalam istilahnya, sebagai creative minority. Hal ini sangat berkaitan dengan tema-tema discourse yang ditawarkan.

Selanjutnya, dalam bab masa depan Islam Liberal di antara gerakan Islam lain kita akan disuguhi pembahasan 3 tema pokok; tema Islam Liberal, jama'ah dan gagasan Islam liberal. Mulai dari Islam dan demokrasi,  Islam dan kesetaraan gender, Syariah Islam dan HAM, Islam dan Pluralisme, Islam dan Hubungan antaragama akan diulas dengan narasi yang mengalir, agak "menghibur" dan enak di baca. 

Dalam bab tersebut, yang paling saya minati adalah tentang tema Islam dan kesetaraan gender. Zuly menyebutkan, jika prinsip keadilan gender sebenarnya memberikan peluang pada umat Islam, khususnya kaum perempuan yang selama ini mengalami penindasan dan ketidakadilan karena sistem yang tidak adil berkembang di tengah masyarakat yang dikuatkan oleh tradisi, pandangan keagamaan dan sistem politik yang tidak proporsional pada perempuan. Hak-hak perempuan menjadi pemimpin, warisan, poligami, isu privat dan publik juga dikupas dalam tema ini.

Zuly juga menjelaskan bahwa bahwa ketidakadilan bisa dialami laki-laki dan perempuan, namun ketidakadilan gender sementara ini lebih banyak menimpa perempuan. Bagi Zuly, laki-laki telah menikmati sistem yang kurang adil, dan melanggengkan penindasan sebagai bagian dalam hidupnya. 

Ketika membahas tema ini, Zuly juga menjelaskan bahwa perempuan juga memiliki hak bekerja, menduduki jabatan publik, upah yang layak serta tidak perlu mempersoalkan jenis kelamin biologis atau dibiarkan saja apa adanya. 

Dari uraian singkat dan sederhana dari buku yang sudah diterbitkan ulang sebagai edisi revisi pada 2007, tampaknya masih sangat relevan untuk kita baca sebagai bahan diskusi dan refleksi tentang proses lahirnya JIL di Indonesia pada waktu itu.

Hanya saja, di dalam buku ini saya belum menemukan gambaran bagaimana kontribusi dan keterlibatan perempuan dalam JIL. Apapun itu, bagi saya buku ini kaya akan khazanah pembahasan kontemporer yang akhir-akhir ini juga menjadi topik perbincangan berbagai kalangan. 

Pesan saya, ketika kita membaca buku ini sebaiknya dalam keadaan rileks, situasi tebang dan perlu ketelitian agar tidak ada yang terlewat. Terima kasih, wassalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun